Rotten Tree(s) In The Forest

Mengamati komentar berbagai pihak terhadap tulisan teman-teman yang mengusung tema Indonesian Bloggers Condemn Israel, saya mendapati adanya komentar tertentu yang sifatnya sangat emosional.

Terlepas dari sikap mendukung atau anti, biasanya komentar emosional ini bikin tak enak hati. Bikin alis bertaut, dahi berkerut makin dalam, hati rada panas, otak sibuk cari 'pembalasan', dan jari gatal ingin mengetik komentar balasan.

Nah, saya tidak ingin berkomentar apalagi membahas tema Israel. Teman-teman lebih fasih dalam mengemukakan pendapat, latar belakang, dan sumber sejarah yang dijadikan referensi. Biarlah tulisan saya berfokus pada tema yang dijadikan tagline bananaTalk: health, parenting, love, and life. Motherly. Saya akan menulis secara umum saja.

Hate mail

Tak sering memang saya menerima hate mail atau komentar yang lebih cenderung mengolok daripada mengajak diskusi dengan kata-kata atau 'perilaku' yang baik. Untunglah. Tapi ini juga menyebabkan saya kurang belajar, lalai untuk belajar dari teman blogger lain yang membahas topik 'panas' yang mengundang komentar emosional dari beberapa pihak. Saya lengah untuk memperhatikan, bahwa jalan paling baik untuk menanggapi komentar seperti itu adalah dengan tidak menanggapinya.

Satu-dua tulisan saya mungkin membuat gerah beberapa pihak yang merasa potensial dirugikan. Keluarnya tulisan saya (yang tidak mendukung suatu produk atau cenderung menolak dan memberi kesan negatif) sebagai hasil pencarian Google di halaman-halaman depan mungkin 'mengganggu' promosi pihak tertentu yang ingin suatu produk bercitra positif.

Sebagai hasil 'samping', saya menerima komentar yang ingin mementahkan pendapat yang saya kemukakan. Bahkan walau pendapat tersebut hanya tersirat, dan yang tertulis hanyalah fakta (yang dapat dibuktikan kebenarannya jika anda ingin mencarinya). Sayang, pementahan tersebut kadang hanya didasarkan pada pendapat pribadi tanpa referensi penguat yang dapat saya simak. Dan yang lebih disayangkan, apabila pihak yang mementahkan tidak bersedia mendengar.

I don't like you, I don't care what you said

Alih-alih menerima (menerima tak harus menyetujui kan?) pendapat yang berbeda, yang lebih sibuk digali justru kelemahan dalam mengemukakan pendapat tersebut. Saya harus berterimakasih atas kritik terhadap argumentasi saya, karena saya dilatih untuk lebih jeli dan hati-hati dalam berpendapat. Namun ternyata bahkan ketika saya akui bahwa saya salah DAN saya tetap ingin melanjutkan diskusi dengan niat yang baik, sang pemberi komentar justru lebih menggencarkan serangannya dengan mengolok kelemahan pribadi saya.

Bukan etika berdiskusi yang baik, menurut saya. Kita tak dapat memaksakan agar pendapat orang lain sama dengan pendapat yang kita miliki. Namun kita tetap dapat berbicara dengan atmosfir yang sehat. Yang terbuka terhadap pendapat orang lain, dengan tetap teguh memegang pendapat yang diyakini benar.

Dan jika ternyata kita tak dapat membuktikan bahwa pendapat kita benar (walau kita tetap yakini benar), kita tak semestinya menyerang pribadi 'lawan' sebagai sasaran lain. Pelariankah? Karena tak ada jalan lain untuk membela diri? Walau sanggahannya tidak berdasar selain emosi dan sentimen pribadi karena merasa 'diserang'?

Menanggapi aura negatif seperti ini seharusnya tidak menghabiskan energi, ruang, dan waktu berpikir yang kita miliki. Dan saya telah melakukan kesalahan. Harusnya saya menuruti saran suami untuk tidak menulis dalam keadaan marah. Marah karena diserang, tersinggung karena diejek. Jika menulis dalam keadaan demikian, maka yang hadir adalah ejekan balasan. Membuat argumentasi yang hadir menjadi kurang 'rasional' karena tertutup oleh emosi.

Cut down the rotten tree(s)

Nasihat yang sangat berkesan diberikan oleh suami saya, sang admin blog ini setelah menghapus jalinan percakapan tak sehat dalam tulisan tersebut. "Cut down the rotten tree(s) in the forest". (ouch, saya dimarahi olehnya karena berlaku tak sesuai etika berdiskusi yang sehat) Jangan memusatkan diri pada masukan negatif dan membiarkannya menguasai pikiran. Jangan biarkan yang busuk mengalihkan perhatian kita dari keindahan.

Bukan, ini bukan anjuran untuk bersikap antipati terhadap kritik atau ajakan untuk menolak masukan. Hanya sebuah refleksi diri, bahwa saya seharusnya dapat memanfaatkan komentar negatif untuk memajukan diri ketimbang sama-sama terjerumus. Biarkan pohon busuk itu menjadi humus yang menyuburkan argumentasi tajam berdasarkan pikiran yang jernih, ketimbang merusak pemandangan dengan membangun debat kusir yang tak perlu.

Dan saya kini memilih untuk membiarkan prosesnya berlangsung di belakang layar saja, alias hapus atau masukkan komentar semacam itu ke dalam kotak spam daripada merusak suasana diskusi sehat yang diinginkan. Biarkan bananaTalk menjadi tempat diskusi yang sehat, tanpa dipanasi oleh kehadiran orang-orang yang aslinya memang tidak berniat berdiskusi atau bersedia menerima kenyataan bahwa pendapat orang bisa berbeda.

Ketika saya sudah berusaha sekuatnya untuk melayani dengan kepala dingin, argumentasi yang dicantolkan pada dasar yang kuat secara ilmiah, dan kata-kata yang diusahakan tetap sopan (walau seringkali aura tajam tak mampu saya bendung) tak disambut baik oleh pengunjung, jalan yang tersisa untuk mempertahankan kewarasan adalah dengan menghapus jejak diskusi yang kehilangan tujuan.

Enough is enough

Saya harus berpegang teguh pada apa yang saya katakan. Ketika saya nyatakan bahwa saya tidak bersedia menanggapi atau saya nyatakan diskusi ditutup, seharusnya begitulah adanya. Bukannya terpancing oleh tanggapan yang datang akibat pernyataan 'no further discussion' atau 'this is the last one'.

Konsisten. Cuek saja. Bisa jadi niat baik kita untuk menutup pembicaraan yang mulai ngelantur ke luar topik disikapi sinis sebagai ketidakmampuan untuk menyajikan argumen yang lebih meyakinkan, ingin menang sendiri, anti kritik, sok kuasa, dan lain-lain. Jika sudah menyatakan diri untuk tidak menanggapi, ya biarkan saja komentar panas itu lewat. Sepedas apapun celaannya untuk kita.

Owner rules

Bagaimanapun, pemilik blog memang punya kuasa terhadap isinya. Berhak menerima, berhak memilih, dan berhak pula menolak untuk menampilkan masukan yang tidak diinginkan. Berhak menjawab, berhak pula untuk tidak menjawab. Tak perlu repot menuduh pemilik blog sebagai sok kuasa, kami memang berkuasa di sini :mrgreen:

(a little tribute to someone whose comment already ended in my spam box). Terimakasih atas marahmu, suamiku. Aku tahu itu untuk kebaikanku 😉

26 Comments

  1. Luthfi

    August 18, 2006 at 2:15 pm

    pertamax !!!!!
    wah ini curhat nih kisahnya 🙂

  2. zuhra

    August 18, 2006 at 3:07 pm

    😀 Blogger rules!
    sesuai namanya: lita.inirumahku –> emang bisa apa kita sebagai tamu untuk berlaku kurang ajar?

  3. kenji

    August 18, 2006 at 6:29 pm

    hue hue hue hue, memperkuat watak Melankoris Kolerik mu 😀

    btw gw jg sering nerima email2 bergitu kok 😀
    percuma juga didebatin, toh yang namanya debat itu konsepnya ga boleh kalah, hihihihihi

  4. Dhika

    August 19, 2006 at 6:06 am

    sabar aelah…
    orang juga ntar bisa ngelihat siapa yang bagaimana sebenarnya, ndak perlu dihapus menurut saya, biarkan semua sejarah terekam apa adanya.
    btw, as usual pingbekmu dianggap spam ama akismet..:)

  5. Mbilung

    August 20, 2006 at 12:48 pm

    Teman (atau terkadang lawan) diskusi (atau debat) yang enak itu yang mau menyimak dahulu argumen pihak lain sampai selesai, ndak motong pembicaraan. Kalu ketemu yang tukang potong, saya biasanya bilang … ngobrolnya besok saja ya. Jadi kalau sedang marah, memang tak nyaman buat diskusi, nyolot teroooos bawaannya.

  6. farahPutri

    August 20, 2006 at 10:41 pm

    kalo lagi marah,diem itu emas loh mbak..gak usah dibaca..pernah tuh ada komentar gak enak di blogku..bawaannya mau marah aja deh..(dia salah nanggapin,aku tulis A,dia bilang B)

    tapi yaudah,alih2 ngomel2,aku bertandang ke blog dia dan kita jadi sering shout2 an..

    hihiihi..

    salam kenal ya mbak..

  7. mbu

    August 21, 2006 at 7:34 am

    postingan yang sangat perlu disimak nih.

    grepe-grepe keyboard waktu pikiran lagi ga dingin ternyata bisa berbuntut penyesalan di kemudian hari yah.

    hmm.. coba baca postingan ini dari kemaren-kemaren.. 🙁

  8. ahsan

    August 21, 2006 at 1:17 pm

    Debate mempunyai nilai negatif. Jelas masing-masing terkesan memperebutkan kemenangan bukan kebenaran. Paling tepat ialah menggunakan discussions jika kita menginginkan mendapat kebenaran. Thank.

  9. Guntar

    August 21, 2006 at 3:06 pm

    Jika kekuasaan sang pemilik rumah digunakan untuk menjaga agar obrolan sopan & tau diri tetap terperlihara, maka ya ndak salah dong. Itu bukan keangkuhan, dan malah amat diharapkan. Klo ada yg omongannya berantakan, mood saya jadi rada bubar soalnya :mrgreen:

  10. aribowo

    August 21, 2006 at 3:16 pm

    dari buku yang ku baca karangan dale carneghie, satu satunya cara memenangkan perdebatan adalah jengan berdebat

  11. Oskar Syahbana

    August 22, 2006 at 9:31 am

    Iya, memang owner rules. Kalo ada email ato comment yang menyakitkan hati toh tinggal didelete saja. It’s not the matter of free speech, it’s your own blog!

  12. nYam

    August 22, 2006 at 1:46 pm

    kok kayanya ada yang lagi galak? jadi atut….

    mana oleh-oleh dari Solo?

  13. indah

    August 23, 2006 at 1:41 pm

    Kata V.S. Naipaul:
    Jika seorang penulis tidak menimbulkan kemarahan, maka dia sudah mati.

    Jadi, selama masih ada orang yang marah2 itu bisa jadi indikasi bahwa tulisan Lita masih hidup 🙂

  14. zaki

    August 27, 2006 at 9:31 am

    Lita Mariana? Temen SMP gue? Yg anak tekkim itu kan? pakabar bu? nice blog btw

  15. husein

    August 28, 2006 at 8:18 pm

    hii.. salam kenal.. nice template, nice posts.. 😀

  16. abe

    August 29, 2006 at 3:20 pm

    Abe setujunya sama suami mbak..
    Kalau kalut semua yg kita keluarkan adalah negatif, mending diem dulu baru bicara.. Eh, atau udah didiemin aja sekalian!
    IMHO lho mbak.. ^_^

  17. gaussac

    August 29, 2006 at 6:52 pm

    hallo salam kenal bu… content yang menarik, kalo di blog saya lebih sering muncul spam, akhirnya trackback-nya saya tutup aja deh.

  18. nABILLA

    August 30, 2006 at 8:15 pm

    ya begitulah manusia tak sama beda pikiran beda pendapat..

  19. fitri mohan

    August 31, 2006 at 6:51 am

    jika kita sudah memberikan argumentasi, tapi kemudian sebelum selesai malah dibalas dengan model debat kusir yang menerbitkan amarah, yaaa, paling enak sih ditinggalin aja bu. betul kok itu yang sudah diputuskan untuk dilakukan oleh bu banana. abaikan saja. jangan dipikirkan lebih lanjut.

    yang sabar ya lita. 🙂

  20. fatimah

    August 31, 2006 at 2:48 pm

    OOT: Lita…kemana aja? ko’ gak pernah kelihatan ol, masih di solo kah?

  21. aRdho

    September 25, 2006 at 4:04 am

    gak smua org bisa berargumen dengan kepala dingin dan BUKAN sebagai anonymous.. 😛

  22. Lita

    November 8, 2006 at 1:38 am

    ALL
    Thanks. Ini memang edisi curhat 🙂

    MMMM
    Intinya, ini anjuran/tip bagi sesama blogger dalam menghadapi pembaca/komentator yang agak emosional dan kurang rasional plus kurang bersedia menerima kenyataan bahwa orang dapat hidup dengan pendapat yang berbeda.
    Itu saja :mrgreen:

  23. No_limits65

    October 22, 2009 at 4:53 pm

    What is the analogue in this case to pursuing a more objective understanding of the same phenomena by abandoning the initial subjective viewpoint toward them in favor of another that is more objective but concerns the same thing? ,

Leave a Reply to Anang Cancel

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.