Teliti Sebelum Membuang

Saya sudah lama meminati tayangan Reportase Investigasi (yang kemudian diikuti pula oleh stasiun TV lain). Walau tidak semuanya benar-benar baru, tapi sangat menarik memperhatikan bagaimana orang dapat memutar akal sedemikian rupa untuk memenuhi kebutuhan hidup. Daya bertahan hidupnya tidak serendah yang saya kira :p

Edisi tayangan yang paling menarik bagi saya terutama jika produk yang dipalsukan melibatkan berbagai bahan kimia. Lha ini baru penerapan nyata dari sebagian mata kuliah yang saya peroleh, bukan sekadar teori yang entah bagaimana melakukannya.

Bukannya saya tidak simpati pada para korban penipuan. Justru saya sangat prihatin. Saya tidak menyangka penjualan bahan kimia semudah itu. Padahal dosen pembimbing tugas akhir saya dulu sempat mengeluh karena repotnya administrasi untuk pembelian zat kimia tertentu.

Ketatnya persyaratan pra-pembelian mungkin karena waktu itu sedang ramai-ramainya peristiwa pemboman. Jadi -untuk bahan kimia yang dapat terlibat dalam perakitan peledak- harus menyertakan surat keterangan dari departemen; menyatakan keperluannya apa, jumlahnya berapa, siapa yang memakai, siapa yang bertanggungjawab, dan lain-lain. Ribet. Entah sekarang.

Teliti sebelum membuang

Kalau pesan dari program TV tersebut adalah Teliti sebelum membeli, saya punya pesan lain: Teliti sebelum membuang.

Teliti sebelum membeli akan mencegah atau memperkecil kemungkinan anda tertipu oleh produk palsu. Sifatnya pasif, tapi tetap wajib dilakukan. Sedangkan teliti sebelum membuang akan membuat anda ikut serta, aktif dalam mencegah pemalsuan. Ini sebaiknya dijadikan kebiasaan.

Jangan pikirkan "Apalah guna satu orang yang melakukan" atau "Satu bungkus doang". Peran anda membantu. Itu saja. Jumlah bukan takaran partisipasi anda. Jika tidak puas dengan kesendirian, ajak orang lain untuk melakukannya. Minimal keluarga anda.

Apa yang dapat anda lakukan? Di bawah ini hanya beberapa contoh. Sila tambahkan sendiri menurut kreativitas anda.

Rusak kemasan luarnya

Jika anda membeli produk yang dikemas dalam karton/kemasan luar/sekunder (misalnya dus pasta gigi), gunting/robek sebelum membuangnya. Lakukan sedemikian rupa agar kerusakannya tampak jelas oleh mata dan sukar diperbaiki. Misalnya digunting jadi dua, pas di tengah kardus.

Dengan terbiasa merusak kemasan luar, anda akan menjadi lebih waspada saat membeli. Secara naluriah anda akan menghindari produk dengan kemasan yang cacat. Apapun alasannya.

Jangan termakan "Yang penting kan isinya, bukan wadahnya".

Produsen peduli dengan wadah. Mereka membayar banyak untuk desain kemasan dan pengantaran yang memastikan kemasan tidak cacat hingga sampai ke tangan konsumen. Produsen rela membayar agar anda tertarik untuk membeli hanya dengan melihat kemasannya.

Anda adalah raja yang paling berhak untuk mendapat produk yang bebas cacat. Sekecil apapun cacatnya. Pada kemasan, apalagi di produknya.

Wadah dapat mencerminkan isi. Segel wadah yang terbuka akan melepas jaminan kualitas produk. Anda hanya dapat mengajukan keluhan dan klaim kerugian hanya jika produk dibeli dalam keadaan sempurna.

Rusak wadahnya

Saya biasanya merusak karton wadah susu cair atau sari buah dengan menusuk atau membelahnya menjadi dua. Lakukan ini hanya sesudah anda pastikan tidak ada cairan yang tersisa. Jika tidak, isi bisa terciprat dan membuat anda malas mengulanginya 🙂

Jika tidak ingin menusuk (mungkin mengingatkan pada sesuatu?), tekan atau injak kemasan karton supaya penyok dan terlipat-lipat. Atau buka kemasan karton tetra pak menurut petunjuknya sehingga kemasan tidak lagi berdimensi tiga dan hampir semua pengeleman lepas. Kemasan yang lecek luar biasa akan menyulitkan pemalsu.

Rusak kalengnya

Wadah makanan jadi (semacam kornet sapi dan manisan buah) sudah pasti akan rusak jika anda membukanya. Tapi untuk wadah bertekanan (mengandung aerosol), agak sulit melakukan ini karena memang dilarang oleh pembuatnya (ada kan? jangan ditusuk, jangan dibakar, atau yang semacam itu).

Supaya menyulitkan pemakaian kembali, rusak saja labelnya. Gunakan alkohol atau thinner yang dapat menghapus tulisan. Tak perlu semuanya, cukup sebagian saja. Saya anjurkan di bagian mereknya. Orang akan enggan membeli produk dengan label yang cacat.

Untuk botol dari bahan gelas, jangan dipecahkan supaya tidak membahayakan petugas pengurus sampah. Lepaskan stiker label atau hapus labelnya seperti merusak label di kaleng bertekanan.

Jangan membeli produk dengan label yang tidak dapat terbaca sempurna. Hindari kemasan yang tulisannya tampak berbayang atau terhapus sebagian.

Catatan penting

Sebelum merusak, pastikan keamanan anda dan pertimbangkan keamanan orang lain. Mengapa saya menganjurkan merusak kaleng dengan menghapus label? Karena jika kaleng disuir-suir (apa sih bahasa Indonesia bakunya?) lalu dibuang bersama sampah biasa, kemungkinan besar dapat melukai orang.

Tidak saja anda (sulit lho menyuiri kaleng!), tapi juga anggota keluarga yang kebagian tugas membuang sampah, bapak-bapak pengangkut sampah, pemulung, dan banyak lagi.

Termasuk dalam memperhatikan keamanan adalah teliti kemasan sebelum diapa-apakan. Baca peringatannya, bagaimana cara membuang, dan apa yang tidak boleh dilakukan. Jangan sampai terluka konyol gara-gara ingin mencegah pemalsuan tapi nekat membolongi botol obat nyamuk semprot dengan besi panas!

Anda tetap dapat melakukan pemeliharaan lingkungan, kok. Jika kemasan ingin digunakan kembali (reuse) ya jangan dirusak. Pastikan merusak sebelum membuangnya.

Sedangkan untuk mendaur ulang, perusakan kemasan tidak akan berdampak serius pada usaha ini. Pastikan anda tetap memilah sampah dengan memisahkan sampah kering (anorganik) dari sampah basah (organik).

Jika anda belum terbiasa memilah sampah, coba pisahkan sampah kertas dan kardus serta kaleng dari sampah basah. Tempatkan di wadah tersendiri di tempat sampah yang biasa dilewati pemulung.

Mungkin anda tidak akan menyadari pentingnya apa yang anda lakukan sebelum anda melihat sendiri dampaknya pada orang lain yang terbantu. Ibu saya kini tidak pernah luput memilah sampah setelah melihat wajah ibu pemulung yang sangat sumringah ketika pertama kali disodori setumpuk kardus kemasan yang tidak tercampur dengan sampah basah.

Kecil bagi kita, berkah bagi orang lain. Tidakkah menyenangkan bisa berguna dan membantu orang lain ? 🙂

Ada lagi yang terpikirkan oleh anda?

36 Comments

  1. Jukri

    January 6, 2007 at 5:06 pm

    *tengok kiri,, tengok kanan,,
    cuman mo bilang pertamaaaaa!!! 🙂

  2. Luthfi

    January 6, 2007 at 7:27 pm

    bleh … ribet amir

    gitu aja koq repot

    summon gusdur.net

  3. lita

    January 6, 2007 at 10:28 pm

    iya, bener, setuju…! musti mau repot…
    sejak banyak pemalsuan segala macem daku juga berusaha ‘merusak’ bungkus odol, shampo sebelum dibuang…duh…apa aja sekarang dipalsu ya…sampe ke beras juga..:((

  4. Herman Saksono

    January 6, 2007 at 11:01 pm

    Susu palsu dikemas dengan kotak susu bekas… emang ada ksus seperti itu?

    Terakhir saya cek kita masih manusia sih, tau deh kalau sekarang. Hehehe.

  5. fulan

    January 6, 2007 at 11:57 pm

    Saya baca judulnya aja udah “menyeringai”, … ketika sampai paragraf “ibu pemulung sumringah“, … ikutan sumringah, … dan sampai akhir tulisan “Kecil bagi kita, berkah bagi orang lain” … tambah sumringah 😀
    Artinya, sodara-sodara pemulung masih “kebagian”.

  6. Lita

    January 7, 2007 at 10:05 am

    Jukri
    Haiyah…
    Keenam!

    Luthfi
    Yang gak mau repot dilarang protes kalo ketipu.
    *cuek*

    Lita
    Iya nih mbak, segala macem dipalsuin. Kasihan pedagang kecil yang memang jujur. Ketiban rugi.

    Momon
    Aku juga belum pernah denger, Mon :mrgreen:

    Gini lho. Dulu kan kemasan susu cair dan sari buah yang di tetrapak itu pasti rusak kalau kita buka. Setidaknya sobek, karena cara membukanya ya dengan menyobek bagian atasnya (terutama kotak susu pasteurisasi).

    Lha sekarang, tutupnya dimodifikasi supaya mudah dibuka dan isinya tidak mudah tumpah. Ada tutup berulir atau model flip top. Kalau ‘cuma’ begitu, kemasan bekas bisa diakali supaya tampak baru. Segel bisa dipasang lagi, lembar aluminium bisa dilem. Kan kita ngga bisa meriksa isinya. Kalau mau tahu isinya, ya harus beli barangnya.

    Rada paranoid emang. Gak papa deh, daripada memberi kesempatan :p
    Slogan Bhinneka.com: Only paranoid survives 😀

    Fulan
    Kebagian apa ya, pak?
    *gak mudeng*

  7. fulan

    January 7, 2007 at 1:50 pm

    wajah ibu pemulung yang sangat sumringah ketika pertama kali disodori setumpuk kardus kemasan yang tidak tercampur dengan sampah basah

    Kebagian kardus yang tak tercampur dengan sampah basah … untung to …gak usah ngelap lagi, gak resiko terpapar mikro-organisme, gak apa lagi ya … 🙂

  8. QZoners

    January 7, 2007 at 4:20 pm

    Hehehe… kalo nggak dibiasain emang agak susah neh. Tapi rata-rata kalo karton di rumahku udah rusak duluan sebelum masuk tong sampah, soalnya penampung sementara di dalam rumah kecil, jadi harus disesakkan..

  9. Aswad

    January 8, 2007 at 11:22 am

    Bener kata Luthfi, sebenernya ga usah repot. Manusia secara naluriah punya 1001 macam cara untuk merusak. Hehe…

  10. Lita

    January 8, 2007 at 11:37 am

    Fulan
    Ooo… gitu tho maksudnya.
    *baru ngerti*

    QZoners
    Jadi ya… dibiasakan dulu :p
    Mari memulai kebiasaan baru…

    Aswad
    Orang-orang pecinta kerapihan yang kalau buka bungkus kado aja hati-hati supaya gak rusak (misalnya saya), sangat mungkin membuka kemasan juga dengan hati-hati.
    Kalo gak disengajain untuk ngerusak, ya gak ada reflek ngerusak.
    *gak punya naluri merusak sih 😀 *

  11. wadehel

    January 8, 2007 at 10:27 pm

    waw, jadi bersemangat merusak niih, AYO MERUSAK!!!

    eh, soal pemalsuan, diatas itu saya lihat ada Lita ngomentarin Lita, kirain ada yang kasus pemalsuan juga.

  12. Biho

    January 9, 2007 at 6:55 am

    “Jika tidak ingin menusuk (mungkin mengingatkan pada sesuatu?),”

    saya lebih suka menusuknya…

  13. iney

    January 9, 2007 at 12:21 pm

    mmm buat wadah bedak, body lotion, pembersih wajah, hair lotion dll sama saya sih labelnya disobek aja, trus botol plastiknya iris pake cutter, kalo lagi iseng bisa ditambahin pake spidol permanen pokoknya yang bisa bikin bete si pemalsu deh.
    nah kalo kemasan kaleng, seperti kaleng bekas susu, minuman kaleng, etc, saya kerik pake pisau di bagian nama produknya.

  14. nYam

    January 9, 2007 at 1:54 pm

    pas baru pindahan, rumahku tiap hari disamperin bapak pemulung. alhamdulillah tersingkir juga itu kardus-kardus seabreg. skarang mau blajar milah sampah basah-kering. ternyata musti tlaten juga ya…mana suka jijay sama lalat segede tawon itu huhuhu

    btw, kalo kaleng b****n, kalo merk nya ga ilang dikasih alkohol piye?

  15. ekowanz

    January 9, 2007 at 4:27 pm

    wah baru nih…teliti sebelum menbuang 😀
    tapi kalo dilihat dari sudut pandang yg berbeda kan sama aj dengan menghilangkan sumber pemasukan bagi para pemalsu 😛 tar pemalsu2 itu ga dapat penghasilan lagi donk..kan mereka juga punya anak,punya istri/suami…trus gmana 😀 hehehe 😀

  16. Lita

    January 10, 2007 at 10:25 am

    Wadehel
    Mbak Lita yang itu Lita senior. Nama lengkapnya beda kok; Lita Uditomo 😉

    Weleh… aku ngga segitu putus asanya karena ngga dikomentari sampe-sampe ngomentari postingku sendiri 😀

    Biho
    Monggo ditusuk saja kalau begitu. Jangan sampai kelihatan anak kecil ya 🙂

    Iney
    Terimakasih atas tambahannya, mbak Iney 🙂

    nYam
    Tuh, udah dikasih resep tambahan dari mbak Iney: dikerik aja 🙂
    Kalo ngga ilang, berarti pelarut tintanya bukan dari golongan alkohol heheheh…

    Ekowanz
    Ya ngga gimana-gimana. Cari saja cara kreatif lain. Seharusnya tidak sulit jika dia bisa berkreasi menciptakan barang palsu.

    Apa lalu perampok dan koruptor dibiarkan saja juga? Nanti kalau ditangkap, keluarganya ngga dapat penghasilan dong?

    Selalu ada cara lain yang halal. Tergantung dari sudut pandang mana melihatnya. Apakah dari sudut ‘haram aja susah, apalagi halal’ atau ‘kesempitan menciptakan kesempatan’ dan ‘gelas setengah isi’ daripada ‘gelas setengah kosong’.

    Bleh… aku kok jadi ndobos ki :mrgreen:
    Salam kenal, mas Eko.

  17. Luigi

    January 10, 2007 at 5:26 pm

    “an educated consumer – is the best customer’ and a reliant environmentalist, kata saya mah..

    Memang sikap skeptis itulah yang kahirnya menyusahkan kita – kalau di negeir orang, teruatam di US dan eropa sono, level kesadaran yang lumayan andal akhirnya memudahkan industri utk menekan biaya – karena pemalsuan bisa ditekan…

    Moga2 dengan tulisan ini – banyak dari kita bisa mulai sadar diri dan bersama2 menekan kemungkinan penyalahgunaan dna pemalsuan.

    salam kangen dari afrika barat…

  18. dani

    January 11, 2007 at 2:31 am

    apa ya yg gak bs dipalsu.. 🙁

    memutus rantai pemalsuan..marii..[bikin banner doong..]

    gemana mengenali brg2 palsu [vs ‘kreativitas’]..nanti bikin ya bu Lita..(ato dah ada..?)

  19. nining

    January 11, 2007 at 9:36 am

    ya-p betul.ibu ibu rumah tangga…jangan lupa perhatikan bekas bekas produk yang kita pakai.bila perlu bakar.Aneh,padahal ada Badan Pengawas Obat dan Makanan, tapi kok ya, produkproduk palsu banyak sukses menjamur di indonesia.bagaimana ini?fimana mo sehat.

  20. -ingga-

    January 11, 2007 at 12:29 pm

    just want to say..misssss U..dah lama niy ga’ konsultasi bU dokter..hehehe

  21. pandri

    January 11, 2007 at 1:39 pm

    hhmm… hancurkan karton, kardus dan kalengnya! *provokator mode : on* 🙂 btw, sekarang kunci lab sudah saya jadikan satu dengan kunci motor mengingat frekuensi saya menggunakan motor ke kampus sangat tinggi 🙂

  22. Putri Ameilia

    January 11, 2007 at 7:47 pm

    Amel sepakat … sepakat …
    Bapak ku tercinta juga selalu ingatkan gitu.
    Kalau buang kemasan botol plastik, ada bagian yang dibakar dikit gitu. Biar bopel. terutama bagian bawahnya.
    biar ga bisa diisi lagi. ^_^ …
    Ahhh … jadi kangen Bapak, Sang Komentator Packaging yang sedang di Tanah Suci …
    Salam Kenal Mbak Lita …

  23. Lita

    January 11, 2007 at 9:15 pm

    Luigi
    Whoa, that sentence is new for me! Thank you, Lui.
    Gimana kabar donatnya? Udah jadi nyobain belum?

    Salam kangen juga. BTW, Cosmopolitan yang ada dirimu itu adalah yang pertama dan yang terakhir, lho. Ngga jodoh sama isinya! Hihihi…

    Dani
    Iya, apa ya. Yang pemalsunya juga males untuk memalsukan kali ya 😀

    Nining
    Pengawas tetap butuh dibantu. Siapa lagi kalau bukan oleh konsumen sendiri 🙂
    Daripada menggantungkan harap dan segala urusan ke orang lain/badan, lebih baik kalau kita bisa ikut serta nyata. Betul? 😀

    Ingga
    Miss you too, mbak Ingga. Apa kabar Hasan?
    Hus… jangan bilang dokter ah, ntar ada yang salah ngerti trus ngegosipin saya gimana? Bisa disambitin dokter beneran nanti 😀

    Pandri
    Ada syaratnya dong ya: harus selalu pake motor. Kalau ngga pake motor, kunci tetep bisa ketinggalan dong :mrgreen:

    Ameilia
    Naah, tambahan lagi nih dari mbak Amel. Bagian bawah botol plastiknya dibakar! Huhuy… Makasih mbak.

    Semoga bapak pulang dalam keadaan sehat dan barakah. Haji mabrur, insya Allah. Salam kenal juga, mbak Amel.

  24. Indah

    January 11, 2007 at 10:06 pm

    Duh…kebiasaan lama nih..
    Beberapa hari yang lalu Indah juga baru ngomong ke temen2 di Suteki untuk ngerusak kemasan sebelum dibuang. Eh..ga taunya disini juga lagi dibahas.
    Biarpun jarak memisahkan kita ternyata masih 1 frekuensi ya… 🙂
    (ingat saat dirimu protes klo diriku nyeplos duluan apa yang ada di pikiranmu hehe…)
    i miss u

  25. ekowanz

    January 11, 2007 at 11:48 pm

    hehehe….sory!!cuma pengen liat dari sudut pandang yang beda aj 😀
    dari kitanya sendiri ya kalo mu beli barang2 harus teliti,ya kemasannya, ya harganya, ya cara jualannya. (CMIIW..)

    kan kebanyakan dari kita msh suka cari yang murah2 tuh, dan disinilah para pemalsu itu masuk. mereka masarin barang palsu dengan harga murah..ngeliat yang murah ya kebanyakan orang langsung beli aj!!

    hal2 diatas tetap ada kan karena emang permintaan masih ada, coba kalau ga ada permintaan lagi!

    ooops..kok ndobos ki :p hihihi..

    lam kenal balik mbak 😀

  26. Andi Vicky

    January 16, 2007 at 7:16 am

    Saran-saran yang bagus mbak, makasih udah diingetin.
    Tapi soal pemisahan antara sampah basah dan kering masih rada susah untuk dilakukan oleh saya:P

    __salam__

  27. Andi Vicky

    January 16, 2007 at 7:29 am

    ehm, lupa nggak keberatan kan blog-nya mbak lita saya tambahkan ke blog roll saya karena saya rasa isinya banyak yang bermanfaat:)
    BTW
    Apa punya hubungan nih dengan LitaFM di Bandung? soalnya tema yang dibahas hampir mirip soal ibu dan anak:D

  28. Deni Triwardana

    January 16, 2007 at 9:11 am

    Well ide yang bagus untuk di perhatikan

  29. Lita

    January 16, 2007 at 9:18 am

    Indah
    Kebiasaan lama susah matinya, katanya mah 😀
    Nyok, ingetin orang-orang buat ‘merhatiin’ barang-barang sebelum dibuang.

    Miss you too 🙂

    Ekowanz
    Iya, susah memang kalau mau barang bermerek tapi murah 🙂
    Kalau barang berkualitas tapi murah, masih bisa dimengerti walau butuh lebih banyak ‘usaha’ untuk mengenali sisi kualitas ketimbang merek.

    Ndobos bareng ye… hehehe…

    Andi Vicky
    Soal memisahkan sampah basah dan kering, itu memang butuh kerjasama seluruh anggota keluarga/penghuni rumah. Di rumah saya juga masih sering ‘kebobolan’, kalo saya ngga/lupa menyortir alias mungutin sampah kering yang mampir ke tempat sampah basah 😀

    Blogroll? Tentu saja tidak keberatan. Terimakasih ya 🙂

    LitaFM? Ngga ada hubungannya hehehe… Sering denger tentang LitaFM sih waktu masih kuliah di Bandung, tapi belum pernah menyimak siarannya. Jadi ngga tau kalo tema yang dibahas ternyata mirip hehehe.

  30. verrani

    February 8, 2007 at 3:58 pm

    Setuju Mbak. TELITI SEBELUM MEBUANG. Aku aja sampe sebegitu ‘ekstrim’nya sampe kalo makan di resto trus ada sisanya, makanan sisa itu aku tambahin tissue bekas yang dirobek-robek hehehehe. Ini bukan TELITI SEBELU MEMBUANG lagi ya. Tapi cenderung PARANOID. Tapi… hmmm EGP.

  31. Apri

    February 9, 2007 at 4:08 pm

    makasih mbak udah diingetin, emang ada tambahan kerjaan dikit sebelum membuang tapi dengan cara gitu kita bisa putus rantai pemalsuan…

    mo tanya nih mbak,
    aku baru meratiin kemasan air mineral yg botolan. di pantatnya itu ada gumpalan segede kacang ijo gitu, warna spt warna botol, isu-isunya bekas injeksi dan itu salah satu cara pemalsuan air mineral, soale posisi gumpalan itu tidak sama setiap botol yg bermerk sama. di merk air mineral yg terkenal sekalipun, bekas itu ada…aku mikirnya gini, masak sih mesin cetakan botolnya yg gak rapi, mesin pencetak itu kan udah standar…

    Aku jadi termakan isu juga, krn mengingat sumber air bersih layak konsumsi makin langka. dan alat penyulingan air makin marak dijual, gitu juga dengan bisnis jual air mineral refill. jadi supaya untung, penjual menginjeksi dengan menggunakan air yg beda…akhirnya, kalo air mineralnya udah habis, botolnya ku sobek dengan cutter…

    bener gak sih isu mbak? jadi parno nih…

  32. verrani

    February 10, 2007 at 9:29 am

    Haahh… sampe segitu? Thanks ya buat Apri untuk infonya. Kalo ada info yang lain tolong dibagi ke kita yaa. Supaya kita bisa TELITI SEBELUM MEMBELI. Hidup TELITI!!

  33. heri

    June 11, 2007 at 3:41 pm

    maslahnya pemalsuan mungkin aja cuma negara kita “masih” miskin jadi yg tdk mungkin menjadi mungkin.kkl dah “kaya” lain ceritanya.

  34. uya

    June 26, 2007 at 5:56 am

    siiip…jadi semangat nih buat “ngerusak” dulu kemasan sebelum di buang. Hancurkan kaleng sebelum dibuang!!!!!sobek-sobek kardus kemasan yang kecil sebelum dibuang!!!cos kardus yang gede-gede kan masih bisa kita pake buat tempat baju bekas.

  35. lee

    January 25, 2008 at 10:25 am

    Thanks ya mba buat kerja kerasnya
    nulis diposting ini.
    semangat…semangat…semangat…
    mari kita berantas pemalsuan
    salam kenal mba lita…………..

Leave a Reply to fulan Cancel

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.