Alasan Mengapa Saya Tidak Mengajak Anak

Setelah Daud berusia satu tahun dan tidak lagi tergantung penuh pada ASI, saya mulai dapat bepergian tanpa mengajaknya. Memenuhi undangan teman, ikut acara kumpul bareng teman sekolah dulu, datang ke acara kopdar blogger, atau yang paling sederhana: belanja.

Seringkali, ketika saya datang ke acara-acara tersebut dan tidak membawa serta satupun anak, teman-teman bertanya, "Anakmu mana? Kok nggak dibawa, sih?". Bahkan ketika saya katakan bahwa saya tidak mengajak mereka demi kepentingan bersama, teman-teman biasanya bilang, "Ajak aja, lagi! Kan seru! Anakmu kan lucu! Bisa main sama kita di sini".

Demi anda semua, mari saya wakili para ibu untuk mengatakan kebenaran. Para orangtua yang beruntung dikaruniai anak bertipe malaikat (angelic baby) bisa jadi senyum-senyum saja menyimak cerita ini. Tapi entah bagaimana saya yakin akan lebih banyak orangtua yang manggut-manggut setuju.

Saya mau menikmati waktu bersama kalian, bukan babysitting

Sebagian orang -terutama yang telah menjadi orangtua- boleh saja berkomentar sinis, bahwa saya adalah orangtua yang tidak mau repot (astaga, kalau tidak mau repot saya tidak akan punya anak!). Boleh saja. Dan tanyakan kepada setiap orangtua -utamakan yang full-time mom dan tidak memiliki asisten/babysitter– apakah mereka menikmati setiap detik yang berlalu tanpa cela, tanpa sedikitpun pernah merasa capek dan ingin istirahat sejenak.

Ketika saya katakan saya ingin menikmati waktu, saya bersungguh-sungguh. Tipe anak koleris tidak akan mau duduk diam dan hanya menonton orang-orang dewasa mengobrol. Sungguh pekerjaan paling membosankan di dunia (bagi anak): menonton orang (atau barang) lain melakukan sesuatu.

Dan yang terjadi jika anak batita tipe ini diajak menghadiri reuni adalah anda akan jauh lebih sibuk mengikuti dia ke sana ke mari dan melarangnya untuk memanjat meja makanan ketimbang menyimak berita terkini tentang teman-teman anda yang kini berada di antah berantah.

Sementara teman-teman akan terkesan pada betapa ganteng, lucu, dan pintarnya anak anda hanya di menit-menit pertama, mereka tidak akan repot-repot membantu anda menurunkan si pendaki mahir yang ternyata sudah nangkring di tepian patung es hiasan itu.

Ganteng tidak berarti anteng. Lucu tidak berarti dia tidak dapat berteriak sekeras-kerasnya dan mengalihkan perhatian dari acara utama. Dan pintar tidak berarti penurut. Coba saja anda minta teman anda yang bilang anak anda lucu untuk menyuruh anak anda tidak menarik taplak meja yang di atasnya ada kue berhias (yang terlalu menarik untuk tidak dipegang). Jika berhasil, dia boleh meminta anda untuk mengajak kembali anak anda di acaranya.

Menikmati waktu sendiri dengan melewatkannya bersama teman-teman tidak berarti seorang ibu menyalahi kodratnya. Menikmati waktu sendiri memang tampak egois. Tapi bandingkan dengan jumlah hari dalam sebulan ketika ibu bersiaga 24 jam bagi keluarga. Bahkan bersisir saja sering kelupaan. Ups. (makanya saya potong rambut, walau ini tidak berarti saya benar-benar siaga 24 jam)

Kalian tidak tahu jenis keamanan mana yang saya maksud

Ketika saya bilang bahwa saya tidak mengajak anak demi kepentingan empunya rumah, seringkali mereka tidak mengerti. Mana mungkin kelucuan dan kepintaran anak ada hubungannya dengan keamanan? Ini yang sering disalah mengerti oleh mereka yang belum memiliki anak (atau paling tidak si istri sedang hamil anak pertama).

Penghuni rumah yang tidak menyediakan eh… memiliki anak kecil akan memiliki kehidupan biasa, ketika meja bersudut persegi, bufet kaca, pajangan keramik, hiasan kristal, koleksi miniatur pesawat terbang, figurine, dan senjata tajam kebanggaan -untuk berburu- dapat dipamerkan dengan layak tanpa rasa was-was.

Sebelum mengundang teman -dan anaknya yang masih balita itu- untuk datang ke rumah, pastikan anda bersedia untuk:

  • Melapisi setiap sudut (terutama meja) yang tajam dengan busa atau pengaman khusus.
  • Memastikan lemari pajangannya tidak akan rubuh jika dipanjat.
  • Menyimpan keramik, kristal, dan segala koleksi lain yang dapat diraih tangan mungil anak teman anda (dengan atau tanpa perlu memanjat benda lain) di tempat yang tidak dapat dilihat atau diakses olehnya. Gudang atau loteng, misalnya. Itupun kalau dia tidak menemukan jalan ke sana sementara anda dan teman anda asyik mengobrol.
  • Mengamankan TV flat-and-LCD anda di tempat yang tidak terjangkau. Anak kecil seringkali tidak dapat memperkirakan kekuatannya sendiri. Anda pasti tak mau televisi anda buyar hanya gara-gara seorang anak kecil tak sengaja mendorongnya ketika akan meraih benda di sebelahnya. Atau hanya gara-gara tertarik melihat gambar ikan yang sedang tayang di Discovery Channel.

Bagi ibu dari anak batita, pergi dua jam atau dua hari itu nyaris sama

Soal bawaan dan kerepotan, dengan mengecualikan frekuensi naik-turun kendaraan, dua jam dan dua hari tidak memiliki perbedaan berarti. Sama-sama membawa baju (dan celana/pakaian dalam) ganti, popok (bahkan jika telah lulus toilet training), handuk kecil, sabun atau cairan pembersih lain, saputangan, susu, makanan kecil, tisyu, kantung plastik (untuk menampung sampah apa saja), obat/plester luka, dan buku kesehatan si kecil (selalu siap untuk keadaan darurat).

Anda boleh katakan bahwa saya cukup paranoid. Tapi jika anda pernah merasakan bepergian dengan kereta-api yang terlambat 5 jam, ketika anak anda harus merasakan tidur, sarapan, buang air (kecil dan besar), serta rutinitas jalan-jalan di dalamnya, anda pasti betul-betul mengerti maksud saya.

Sebelum berangkat, ibu saya berkomentar tentang betapa tidak perlunya saya membawa bubur instan, mangkuk, sendok, dan gelas si bungsu. Dan ketika keterlambatan itu terjadi, betapa bersyukurnya saya telah bersedia repot. Serta di saat yang sama agak iba pada ibu lain yang paranoidnya tidak separah saya. Itulah kali saya benar-benar merasakan 'Only paranoids survive'.

Selain ibu, anak juga merasakan kerepotan lho. Ketika tangan ibu tidak lagi hanya memegang tangan anak, dan ia harus turut membantu dengan mengalungi sendiri botol minumnya. Boleh dong sesekali bawaan saya hanya tas cangklong kecil, yang isinya hanya dompet, telepon genggam, tisyu, cairan pembersih, uang receh dan… catatan medis saya 😆

Keadaan ternyata tidak seperti yang teman anda bayangkan

Ketika ia -yang tidak memiliki anak atau anaknya sudah lepas usia sekolah dasar- harus rela perbincangannya terputus karena anak anda minta anda ikut menyebutkan nama benda yang ia tunjuk di buku ceritanya yang khusus anda bawa dari rumah.

Ketika anak anda punya sifat ingin tahu yang begitu besar serta begitu menyukai sentuhan, sedemikian rupa sehingga ia tak tahan untuk tak memegang koleksi teman anda yang tertata rapi di rak kaca.

Ketika perbincangan terhenti saat anda berkali-kali menyiapkan susu, mengelap tumpahan susu, mengantar anak ke kamar mandi, menggantikan baju, menyiapkan makanan kecil, mengejar anak dari berlari ke luar pagar, mengelap kotoran yang menempel di tangan dan muka anak, menjawab telepon dari suami yang menanyakan kabar anda berdua (dan reaksi teman anda saat melihat anak anda), meredakan tangisnya setelah dicakar kucing peliharaan teman anda yang sebelumnya ditarik buntutnya, lalu menyiapkan susu lagi (dan berulanglah siklusnya dengan urutan yang dapat anda tukar-tukar). Neraka kecil.

Ketika teman anda dengan percaya diri berkata bahwa ia akan menyediakan segala yang diperlukan si kecil namun ternyata ia tidak memperhitungkan ketersediaan air panas, susu cair dingin, pispot (atau penyangga khusus untuk kloset duduk seperti yang dijelaskan mbak Yanti), yogurt, buah potong, dan sari buah.

Ia bahkan melewatkan usaha 'pengamanan' dengan menutup stop kontak -yang entah kenapa di rumahnya berjumla
h begitu banyak. Anda harus memastikan secara rinci apa yang anak anda mungkin butuhkan, agar teman anda tahu persis bahwa ia mungkin akan menyesal telah mengatakan, "Jangan kuatir, gue sediain semua yang Nano perluin, deh!".

Waktu egois, kemurahan hati keluarga

Amatlah sangat beruntung saya, memiliki suami yang sangat mengerti kebutuhan dan keinginan (walau keinginan bisa jadi kebutuhan, ya mbak Yanti?). Saya dapat hadir di pertemuan yang saya kehendaki, seorang diri. Diantar, jika perlu. Anak dalam asuhannya, saya tidak khawatir.

Bahkan saya belum pernah ditelepon untuk ditanya, "Pulang jam berapa?". Biasanya memang waktu pergi dan pulang ini sudah dibicarakan jauh hari sebelumnya, supaya bisa dicarikan waktu alternatif apabila ternyata suami mendapat jatah mengajar kursus.

Bagi kami, waktu egois saya adalah investasi, demi menjaga kewarasan. Kebutuhan untuk bersosialisasi, kebutuhan untuk mendapat ide segar dari kegiatan di luar rumah, kebutuhan untuk mengurusi dan menyegarkan diri sendiri (yang sebagian ibu suka manfaatkan dengan creambath di salon, belanja di mal, atau dalam kasus saya; jalan-jalan sendirian dan baca buku yang sebelumnya dipinjam dari rumah buku yang dikelilingi kebun bibit), lahir ataupun batin.

Tidak mudah menjadi full-time mother, seperti tidak mudah juga untuk menjadi part-time working-at-home mom. Di saat ide dan gairah menulis sedang memeluk diri dengan senang hati, saya tetap harus memikirkan keluarga. Setidaknya saya tahu ada masih ada makanan beku yang siap dipanaskan di kulkas. Ouch.

Pastinya tidak semua perempuan seperti saya. Tidak semua ibu memiliki kebutuhan yang serupa. Jika anda tidak menginginkan waktu luang sebanyak saya, anda tidak perlu menganggap saya sinting dan gila kebebasan. Dan jika saya menjalani rutinitas harian dengan dibantu suami dan asisten, saya tidak akan menganggap ibu yang sanggup sebagai perempuan lemah tertindas yang tak sanggup untuk sekadar meminta bantuan. Biasanya, rumput tetangga selalu tampak lebih hijau. Sedikit iri-iri pada ibu lain itu jamak.

Tidak apa-apa, moms. Nikmati kesendirian yang tersedia. Waktu 24 jam nyaris selalu terasa kurang. Dan akan lebih terasa kurang apabila kita lewati tanpa meningkatkan kecintaan dan kepedulian terhadap kebutuhan diri sendiri.

I'm not where I am when you see me

Seperti halnya jangan menghakimi ibu bekerja, jangan pula menuding sinis pada ibu yang ingin menikmati waktu sendirinya dengan 'lepas' dari urusan keluarga. Tentu saja selama waktu egois berimbang dengan waktu pengabdian pada keluarga.

Berimbang pun tidak berarti sama, satu banding satu. Berimbang yang saya maksud adalah setimbang. Sesuai, pas, adil. Untuk banyak full-time mom, kesempatan dua jam tidur siang saja sudah berkah berharga, lho! (emangnya ada berkah yang ngga berharga?)

Siapa tahu ibu-ibu yang tampak kurang kerjaan ngerumpi di salon itu sedang menikmati satu-satunya waktu luang dalam seminggu (kalau tidak sebulan). Siapa tahu anaknya baru saja sembuh dari sakit, yang sebelumnya terus-terusan dipangku dan digendong, sehingga ibu itu merasa perlu untuk memanjakan otot-ototnya di spa, meluruskan urat yang terasa keriting.

Tak setiap kita hadir dalam keseharian setiap orang. Walaupun menilai buku dari sampulnya itu bisa, tapi lebih bijak jika kita tidak menghargai 'nilai pengabdian' seorang ibu dari di mana ia berada di suatu sore. Manusia tidak hidup dengan satu sisi saja. Tidak ada yang selalu jahat atau selalu bertindak jadi 'malaikat'. Itu hanya ada di sinetron. Not true colors.

Jadi, sapalah sahabat anda, tetangga, bahkan saya, dengan prasangka terbaik anda ketika anda jumpai kami sedang ngikik bareng teman-teman kami, di mana saja.

47 Comments

  1. yanti

    February 28, 2007 at 2:11 pm

    hehehehe SALUT!!!!

    call me whatever, tapi gw percaya Ta,.. GA ADA ITU IBU YG ENJOY EVERY MINUTE WITH HER CHILD 😛

    setiap orang butuh me-time 🙂

  2. paririan

    February 28, 2007 at 2:21 pm

    😀 jeritan hati seorang ibu ???

  3. Indah

    February 28, 2007 at 2:47 pm

    Maunya sih gitu. Tapi kalo ga ada yang bisa dititipin anak di rumah ya mau nggak mau diajak…:)

  4. yanti

    February 28, 2007 at 4:28 pm

    #2.. kira2 gitu kali ya *aksi solidaritas ama Lita*
    jgn ngejudge ibu2 yg butuh waktu untuk NGGAK bersama anaknya, sbg ibu yg ga baik 😉

  5. danu

    February 28, 2007 at 5:43 pm

    ‘nilai pengabdian’ emang gak bisa begitu aja di-rating kayak program teve ya bu. setuju bu, istri saya juga saya biarkan ‘menikmati’ kesendiriannya setelah sibuk dengan rumah dan anak. berprasangka baik emang kudu dibiasakan manakala melihat ibu2 sedang merumpi, misalnya. hidup ‘full time mother’!

  6. Eep

    February 28, 2007 at 10:22 pm

    oh itu toh alasannya knapa mojok sendirian pake baju pink di ratu plaza..? hehehehe…
    emang.., semua perlu pada tempat dan waktunya. kalau waktunya bukan waktu anak-anak.., jgn bw anak-anak ke tempat kerja, berkunjung ke rumah orang lain.., kecuali anak sudah dapat mengerti bahwa dia harus duduk manis selama tour tersebut.
    saya pun baru senang bawa-bawa anak ke mana saja ketika mereka sudah dapat mengerti kemauan kami sbg orang tuanya.

  7. co rampal

    March 1, 2007 at 6:34 am

    teh lita saya tertarik tuh dg masalah NII yg underground..hmm nampak menarik,punya banyak informasi tentang mereka?kalo ada mau dong..soalnya dicari-cari di internet ga dapet2..namanya jg underground,pasti top secret la ya..seperti apa sih aqidah mereka,kalo mereka adalah orang2 yg haniff dg tujuan yg jelas..saya pgn gabung..kalo ga keberatan hub saya di *disensor* haturnuhun,sori bukan komen.hehehe

    1. Lita

      March 1, 2007 at 6:53 am

      Sila kirim email langsung. Alamatnya lihat di halaman ‘about’.
      Tidak perlu memberi alamat email di komentar ini, karena sudah diberikan sebelumnya sebagai identitas pemberi komentar 🙂

  8. Lita

    March 1, 2007 at 6:45 am

    Paririan
    Iya nih. Apa ya ibu-ibu harus teriak-teriak supaya omongannya didengerin? 😉
    Apa kabar istrimu? Sedang hamil, kan? Semoga dimudahkan dan lancar sampai saat melahirkan, ya.

    Indah
    Masa-masa ASI eksklusif/belum boleh minum susu cair dan asisten ibu blom aku bajak, ya dibawa juga kemanapun. Pas gini selalu dikomentarin, “Aduh, anaknya kok dibawa? Kasian kan malem-malem gini”. Jamak banget deh.
    Susah emang jadi orangtua manusia. Serba salah, ngga bisa kemauan semua orang diturutin 😀

    Yanti
    Tengkyu mbak Yanti *hugs*
    Me-time, waktu egois, apapun judulnya. Memulihkan kemanusiaan 🙂

    Danu
    Bagaimanapun, untuk bagian ngerumpi, emang agak sulit untuk berprasangka baik ya, pak? Saya aja masih suka kepleset :p

    Eep
    Lha, saya mojok di Ratu Plaza itu atas permintaan mas Eep, toh? Sok lupa, deeeehh… 😀
    Iya, batita juarang banget yang bisa duduk manis. Kecuali kalo lagi diajak makan di PH dan dikasi duduk di highchair. Kalo udah kenyang, ya minta turun hihihi…

  9. Luthfi

    March 1, 2007 at 7:43 am

    OOT bangggettttt: kebaca di bloglinesku koq masih ander hevi mentenens?

  10. cahyo

    March 1, 2007 at 8:39 am

    saya jadi mengerti kenapa kadang isteri saya pengen sedikit “lepas”. thanks sharingnya mbak lita 😉

  11. Evi

    March 1, 2007 at 9:12 am

    iya nih…kalo pergi ngajak anak salah, ga diajak salah. sebelum nasywa 1 thn saya tidak pernah ngajak pergi walau untuk ke mall sekalipun, repoooot….. skrg stl 14 bln, dan bisa jalan sendiri baru deh kadang saya ajak pergi.

    pengalaman pulang mudik lebaran lalu, aduh….capeknya minta ampun. semua saya dan si ayah yg ngurus nasywa, pdhl di sini pas libur aja full ngurusinya. tp yah…saya nikmati aja, toh ga tiap hari.

  12. dini

    March 1, 2007 at 9:28 am

    I really enjoy your writing sampai di sini… “Tidak mudah menjadi full-time mother, seperti tidak mudah juga untuk menjadi part-time working-at-home mom.” Dalam hati saya bertanya, memangnya tidak juga mudah menjadi full-time worker mom? (duh apa bahasanya yang bener bune?)… Namun setelah sampai di “Seperti halnya jangan menghakimi ibu bekerja,”… THANK YOU mbak Lita…!!!

    THANK YOU lagi for your writing, you have no idea how much it means to me 😛

  13. nYam

    March 1, 2007 at 9:45 am

    wekekekekek…setuju Mbak. kalo bawa anak emang kesepakatan bersama, dengan kata lain pas ngumpul memang semua sepakat bawa anak+babysitter, ga masalah kaleee. ibu-ibu ngerumpi, sang asisten yang jaga. kaya pas beberapa pekan lalu aku janjian ama temen-temen. asik-asik aja, lha anak-anak dijaga babysitter+suami.

    lha kalo ga bawa asisten, kan repot. aku suka ngenes lagi tu kalo liat batita dibawa ibunya belanja bulanan. apa ya ga tambah ngerepotin? si ibu lagi nimbang telur, eh anaknya lari ke bagian es krim. boro-boro bapaknya mau nguber. belom lagi kalo tau-tau si kecil megang pinggiran counter ubi bakar. dah urusan P3K lagi tuh 😀

  14. verrani

    March 1, 2007 at 10:41 am

    Hmmm… I’m inspired. Kalo aku mbak, pagi sampe sore kerja kantoran, malam sampe pagi lagi ngurus anak. Sekali waktu aku tugas ke luar daerah, rasanya sangat bersalah (tapi enjoy.. hehehehe). Emang bener ya mbak kita perlu waktu untuk diri sendiri dan itu bukan ‘dosa’. Thanks ya buat tulisannya.

  15. Yusuf Alam Romadhon

    March 1, 2007 at 11:20 am

    kalo kesempatan memungkinkan sendiri… ya sendiri… kita punya dunia sendiri saat acara yang kita hadiri… anak punya dunia sosialisasi sendiri.. memang mengganggu.. saat kita “bermain” dengan teman-teman kita yang dewasa.. anak-anak “memaksakan” keinginan “bermain” sesuai dunianya.. kalo kita paksa anak “anteng” “duduk manis” “nurut” dengan mau kita … jadi sama-sama kalahnya..

  16. Rani

    March 1, 2007 at 4:07 pm

    wah.. saya juga pengen sih me-time .. tapi berhubung di perantauan dan ga ada pembantu.. susah nih.. gimana doong.. me-time emang perlu demi kewarasan.. untung suami akomodatif dan bersedia take over sepenuhnya setelah pulang kerja

  17. ndoro kakung

    March 1, 2007 at 9:48 pm

    ah, masalah kita ternyata sama, bulik: anak koleris. eh, anak koleris itu apa sih? gag ada hubungannya dengan kolera kan? 🙂

  18. Lita

    March 1, 2007 at 10:16 pm

    Luthfi
    Status masih akan berganti lagi. Tambal sulam memang sangat tidak dianjurkan.

    Cahyo
    Sama-sama, pak. Salam untuk istri di rumah, ya 🙂

    Evi
    Iya, kalo udah bisa jalan sendiri gak capek nggendong lagi, tapi capek ngejar dia yang mau naik eskalator 🙂

    Dini
    Itu kan lagi ngomongin diri sendiri, mbak. Aku sedang beralih dari full-time mom ke part-time working-at-home mom. Jadi maap maap kalau tidak merasa terwakili. Ngga merasakan, sih, ntar dibilang sok tau lagi.
    Tapi tulisan ‘Bukan salah ibu bekerja’nya sudah cukup mewakili, kan?
    Maybe I know how much it means, dari komentar para working mom yang mampir 🙂
    Senang tulisanku bisa dinikmati. Terimakasih sudah baca 🙂

    nYam
    He? Ubi bakar? Di supermarket mana tuh? Kayanya enak hehehe…

    Verrani
    Sama-sama, mbak 🙂
    Rasa bersalah memang tidak bisa hilang sepenuhnya. Namanya juga ibu. Tapi kalau rasa bersalah saya turuti, bisa-bisa yang di rumah yang jengkel karena saya bolak-balik telepon hehehe…

    Yusuf Alam Romadhon
    Wah, tulisan-tulisannya asik banget, pak! Dokter asik-asik gini kayanya langka deh hehehe…
    Iya ya… Sama-sama kalah, sama-sama ngga enak, sama-sama capek. Dongkol bareng. Duh…

    Rani
    Wah, mas Indi telaten ya 🙂 Mbak Rani kan jadi bisa bobo’ tuh hehehe…

    Ndoro kakung
    Ya ngga lah, pakde. Koleris gitu lho… 😀

  19. iway

    March 2, 2007 at 8:22 am

    bagus, pak tino suka 😀 , nanti saya praktekan kalo shabrina dah makan selain ASI, kalo dipikir heeh juga, pengen bisa nonton ke 21 berdua aja ato pacaran di mall kayak waktu blum punya baby 😀

  20. noel

    March 2, 2007 at 11:34 am

    lam kenal dari blog walker yang terkenal

  21. wietski

    March 2, 2007 at 3:14 pm

    hai mbak lita, salam kenal…aku liat alamat situsnya dari ttd embak di dapurbunda.

    tulisannya bagus banget, hehehe :-)saya juga termasuk ibu paranoid yang senengnya bawa buntelan segede apaan tau, walaupun cuma jalan keluar 2-3 jam….hahahaha 😉

  22. bapakeghozan

    March 2, 2007 at 6:06 pm

    wah kayaknya asyik tuh Mas Daud main sama Ghozan…biar nanti bisa belejar penekan…..tapi penekan opo yo…wong nggon umah ga ono opo-opo….

    Ops jadi inget…sekitar tahun 91-an…pas main dirumah temen ada pohon kelapa hijau..dasar tukang penek, kelepa mungkin setinggi 15m (tepi pantai) saya panjat…saking beraninya belum nyampai dahan…kelapa saya puntir pakai tangan..alhasil kelapa jatuh menimpa satu kaki kanan dan nyaris hampir jatuh.

    alhamdulillah selamat…dan glek-glek-glek…degan ijo langsung dari pohonnya.

    wassalam,
    mantan tukang penek.

  23. Evy

    March 3, 2007 at 10:45 am

    Sayangnya di Indonesia di mall2 belum ada tempat2 penitipan anak ya mbak, di mana anak2 bisa main dengan nyaman dan di arahkan, di tontonkan video jd mungkin anak2 juga bisa jalan2 🙂

  24. achedy

    March 4, 2007 at 12:38 pm

    Adapun anak saya, kalau ibunya nggak ada, maka dia tidak berhenti menangis. Tapi kalau bapaknya nggak ada dia akan mencari saya tapi nggak nangis.

    Ya ini yang membuat saya kerepotan, apalagi kalau ibunya pas ada banyak kegiatan. Terpaksa harus muter-muter kota pakai motor biar dia melupakan ibunya.

    Tapi anak anak rekan yang lain ada yang penmdiem, nggak peduli diajak bapak atau ibunya. Atau karena saya kurang dekat sama anak ya 🙂

  25. manusiasuper

    March 5, 2007 at 5:02 pm

    Teman mama saya pernah ngajak anaknya main ke rumah. Itu anak turunan Kapten Haddock kayanya… Kelakuannya SEJUTA TOPAN BADAI!! Setengah jam di berkunjung, speaker komputer saya pecah dibanting, pintu lemari lepas, lampu gantung krompyang-kromyang di pukul pake sapu…

    The question is, SIAPA YANG SALAH? Bolehkah saya menyuguhkan minuman sirup campur sambal pada si anak?

  26. Lita

    March 5, 2007 at 10:03 pm

    Iway
    Pak Tino, boleh pinjem topi petnya ngga?
    Yang paling menggoda memang yang itu: pacaran sama suami/istri tanpa dipelototi dan diganduli anak hehehe…

    Noel
    Halo, Noel. Belum gaul kalo belum pernah mampir ke sini 😉
    *kidding*

    Wietski
    Salam kenal juga, mbak.
    Dapur bunda? Masa’? Kok ngga merasa, ya? Lupa. Di blog teh Inong, mungkin? Di shoutbox? 🙂
    Ah ternyata saya tidak paranoid sendirian hihihi…
    Kalo kita pergi bareng, pasti heboh ya, mbak. Bawaannya, maksudnya 😀

    Bapake Ghozan
    Walah pak.. pak. Nyeremin banget sih ceritanya.
    Di sini ada pagar, kotak-kotak buku, meja komputer, rak TV, kursi tetangga, tinggal pilih aja 😀

    Evy
    Ada, di beberapa mal (tidak semua). Itupun bukan dititipkan, hanya playground saja. Jadi ya tetap harus ngajak asisten kalau mau meninggalkan anak di playground itu.
    Biasanya -yang pasti ada- ya di pameran buku. Anak-anak dijamu buku, puzzle, video, mainan (building bricks), dll. Sekalian dari sponsor 🙂

    Achedy
    Haha, bapak ngajak anak muter-muter naik motor supaya anteng rupanya memang jamak ya?
    Belum tentu karena kurang dekat, ah. Tipe anak kan beda-beda.
    Dua krucil ini, kalau ngga lihat orangtuanya ngga ribut/rewel (kecuali kalau ngantuk). Nyari, tapi ngga pake nangis. Kalau lihat orangtuanya pulang (dari kerja atau bepergian), baru deh, kumat manjanya, trus jadi rewel gak jelas gitu 😀

    ManusiaSuper
    Yaaa… tamunya gak punya asisten untuk jaga anak di rumah, kali. Ibu juga pernah senewen sama langganan yang anaknya lari-lari dan loncat-loncat di sofa. Ibu bilang, “Kaya anak setan” 😀 Emangnya anak setan lari-lari yak…

  27. ira

    March 7, 2007 at 2:31 pm

    aku juga gak terlalu suka membawa anak ke luar, kalo gak penting. Apalagi kalo buat pertemuan “pekanan”. Secara aku pun suka keganggu kalo lagi “pekanan” anak-anak temen yang berjejer itu berbuat keriuhan. Khawatir gak konsen dan gak nyambung. Padahal bisa jadi pertemuan itulah satu-satunya yang memuaskan dahaga.
    Di satu sisi, membawa anak ke mall, supermarket atau ke pasar… entah kenapa, apa setelannya sama dengan ibuku, itu tuh cuma bikin kasihan aja buat anak. Aku lebih lega meninggalkan anak di rumah bisa guling-gulingan, main sendiri, kalo ngantuk ya tidur legaaa…dari pada ditenteng-tenteng ke sana ke mari meski pake gendongan depan yang katanya nyaman buat kita. gak tau nyaman apa nggak buat anakku, secara anakku kalo tidur harus legaaa…
    jadi, selain membawa anak ke rumah neneknya… atau ke tempat yang memang sudah diniatkan buat anak belajar dan bermain dengan nyaman, seperti taman (alhamdulillah di tengah kota gini, masih deket sama taman yang punya banyak pohon dan bunga) atau toko buku… aku gak ngerasa sreg bawa adilia ke mana-mana..

  28. herk

    March 8, 2007 at 10:50 am

    hehehhe lucu2 ya..ternyata jd ibu muda n mau tetep gaul itu cobaannya buanyyak, punya pengalaman pribadi ni, krn senin-jumat being a carier woman, jadi pas ada acara hr sabtu (untuk ngilangin guilty feeling)nyoba bw my girl (14bln) ke acara nikahan..yg pasti gak bisa pk clutch bag kayak selebritis geto, jadi pake tas yg gede tapi berusaha (ato kadang maksa) br tetep keliatan feminin n cocok ke pesta..ternyata..oww GOD, dia pengen jalan dah gitu gak betah krn k’panasan n pas haus, minum tp gak mau yg dibotol tapi ASI..olala, hikzzz..tapi disatu sisi ada kepuasan loh bisa tetap bersama anak diacara2..mau coba??n hr minggu nya bisa ke spa sepanjang hari dgn hati plong hihihihihi

  29. herk

    March 8, 2007 at 11:54 am

    hehe..topiknya mengena bgt ni..lam kenal bt mb lita..py pengalaman pribabi ni,krn dr senen-jumat jd working mom trus pas ada acara nikahan hr sabtu (buat ngilangin guilty feeling) nyoba bw my girl (14bln).pastinya gak bisa pk clucth bag kayak slebritis getuu jadi akhirnya pake tas gede yg feminin (agak maksa sih, abis gimana dong biar tetap gaya tapi perlengkapan perang bisa masuk smua), uhhff ternyata detik detik pertama dia menikmati acara dgn diem aja n kalo dicubit masih senyum2 trus lama2 pgn jalan sendiri,lari sana-sini..yaaa gak bisa nyoba sate di ujung sana dong..puncaknya pas dia haus n pgn minum, dah disodorin botol gak mau tuh!!mau nya yg fresh alias ASI..hikssss…tapi disatu sisi ada perasaan puas aja bisa ngelawan rasa pgn py me-time n minggu nya sbg ganti, bisa ke spa seharian..hihihi..hidup me-time!!!!

    1. herk

      March 8, 2007 at 11:58 am

      khekhe kekirim 2 kali…sori yaaaaaa

  30. Eko

    March 14, 2007 at 10:10 am

    because i have seen SIX moms or more on my home…i feel you

  31. tiesmin

    March 21, 2007 at 5:55 pm

    setubuuuhhhhh Mba Lita! 🙂

  32. Lita

    March 21, 2007 at 10:39 pm

    Ira
    Iya, mbak. Kasihan, sama-sama terganggu kesenangannya 😀
    Bawa anak belanja… kadang-kadang. Jarang. Untuk bayar ‘hutang’ jalan-jalan, misalnya.
    Ih, jalan-jalan sih ke mall. Gak, maksudnya jalan-jalan nemenin emak-bapaknya belanja hihihihi…

    Herk
    Ngga papa 🙂
    Nyoba bawa anak? Sebelum Daud genap 1 tahun, dia ikut ke manapun saya pergi. Pagi, siang, sore, malem, dekat, ke luar kota, kapanpun. Setelah itu, aku pikir tiba saatnya dia belajar menikmati dunianya dan merasakan bahwa dia dan orangtuanya adalah individu yang terpisah, dengan kepentingan dan keinginan masing-masing.
    Susah juga melawan rasa bersalah. Tapi ya… nikmati aja. Spa-nya nikmat banget, kan? Hehehe…

    Eko
    Thank you so much. Six? Even I have never had that kind of luxury. Not six mom all with toddlers, I mean. Six mom with children of all age gathered together? I’m one of them 😀

    Tiesmin
    Akur, mbak! 🙂

  33. amie

    March 30, 2007 at 9:03 am

    Ya, memang terkadang orang tertentu tidak mengerti kenapa ke acara pertemuan yang hanya diisi orang dewasa tidak bawa anak. ya buat anak juga tidak bagus. dan kita juga perlu ngilangin bete dengan mengobrol dengan teman dan tidak perlu lari-lari mengejar anak kesana kemari. Dan anak juga kita kasih tau sekecil apapun si baby. pamit aja. dia mungking menangis tapi dengan begitu dia akan tau kapan dia boleh ikut dan untuk acara apa? dan jangan lupa bukan kita sudah pasti libur sama anak bagi yang bekerja dan every time bagi yang tidak bekerja. jadi tetap mendidik anak mandiri akan tetapi tetap sambil diawasi dengan komunikasi. Dan dia juga akan tau papa pergi kemana, kakak sama mas kemana ? ok mama By by

  34. taya

    March 31, 2007 at 8:18 pm

    Hahaha ya ya.. begitulah suka duka emak-emak.. tampil bareng salah ga tampil bareng merasa bersalah.. yang paling sebel emang kalo kliatan ga bareng ma anak tapi “disalah2in” ma orang yang ga kenal ato ga ngerti gmn dunia emak itu, apalagi ma orang yang baru ketemu beberapa kali (dah berasa pengen nonjok aja ni tangan, ups). Soal heboh bawa barang bawaan kalo pergi, aku juga setipe deh ma mba lita. Rasanya musti lengkap aja kalo pergi-pergi, alat makan, botol susu, tisu basah, baju ganti, alas tidur, mainan ampe ke tremos2nya juga diotong-otong kemana2 (tremos cuma kalo jauh aja sih..). Alasan kenyamanan dan ketenangan batin hihihi. Kadang barang bawaan anak tasnya lebih banyak dari aku sendiri. Enjoylah.. menyenangkan kalo dikenang, suka geli aja. Btw, baru sekarang ni mba bisa buka banana talk lagi.. dah beda banget 😀 sip deh…

  35. rafiemoms

    April 23, 2007 at 4:28 pm

    wow.. udah ngebayangin nih gimana tingkah polahnya my lil’son kalo udah jalan. sekarang aja (9mos) udah belingsatan dan gag bisa meleng dikit ..prak..!!! sampe Utinya kecapean & sering sakit karena ngasuh anakku. duh guilty feeling banged. makanya barusan aja tuh aku nemuin hrd untuk resign. wellcome to the club.. being FTM & segala kesibukannya 🙂

  36. edratna

    May 2, 2007 at 5:53 am

    Setuju mbak Lita…itu udah saya lakukan.
    Kita juga perlu punya room, agar kreatifitas muncul.

    Bagi wanita pekerja, kadang meninggalkan anak dan suami untuk tugas keluar kota/luar negeri juga perlu….walau awalnya ga bisa tidur, dan pulang kerumah …rumah kayak kapal pecah…hehehe…tapi ternyata suami senang dititipi anak dan anakpun senang main bersama bapaknya.
    Jadi sama-sama senang…apalagi ibu bawa oleh-oleh…makanan khas daerah tsb….:D

  37. fitri

    May 6, 2007 at 12:28 pm

    Bener. Setuju. Ibu yang bahagia akan melahirkan anak-anak yang bahagia! Saya sebenarnya senang membawa si kecil nenangga, tapi hanya ke rumah teman dekat yang punya anak sebaya.. janjian dulu. Jadi semuanya bisa bersosialisasi dengan santai dan nyaman. Tapi, saya juga punya jadwal me-time, mewarnai hari-hari saya saat semuanya mulai menjadi abu-abu, ha ha..

    Great blogs. Boleh di link kan?

  38. Lita

    May 6, 2007 at 9:40 pm

    Edratna
    Apa kabar, bunda?
    Samar-samar mulai kedengeran nih gaung blog bunda di komunitas WP 😉

    Bagian kapal pecah itu, bener banget, bun 😀
    Ngga usah ke luar kota, deh. Sehari aja.
    Eh, 10 menit aja setelah diberesin, udah gak keliatan bekas rapinya lagi tuh.
    Namanya juga balita, yeee hihihi…

    Fitri
    Sip sip… kalau tetangga yang sudah kenal dekat sih, anak nyelonong ke serambi rumah masih bisa ditoleransi ya.
    Kalau sudah masuk ke ruang tamu, apalagi ngeloyor ke kamar tidur, nah itu… Orangtuanya punya PR besar untuk mengajari etika 😉

    Terimakasih, mbak Fitri. Ternyata langsung dipasang ya link-nya 🙂
    Terimakasih sudah mampir ke mari. Sering-sering juga boleh, lho 😉

  39. Sheila

    May 22, 2007 at 2:57 pm

    Setuju banget sama waktu egois…
    paling bete kalo ke spa ada ibu bawa anaknya,
    trus jejeritan,
    maaf ya, tapi justru itu egois namanya… 😉

    salam kenal
    Sheila

  40. kirana

    June 30, 2007 at 10:34 am

    abseeennn!! *angkat jari*

    hiks..hiks..lagi butuh banget mojok..di salon sepi, krimbat sambil baca buku yang udah dua bulan gak kelar-kelar…(biasanya satu buku gak lebih dari 3 hari…)
    sayang ibuku gak mau tau (padahal bukan ibu mertua lho!!)
    baginya kalo sampe saya ninggal 2 ucrit di rumah demi sesuatu yang ‘gak berguna’ (though it will keep me sane!), maka saya adalah ibu gak bertanggung jawab…
    padahal ketika saya jenuh mentok, yang jadi korban ya ucrit2 juga…
    mana yang lebih tidak tanggung jawab??
    saya bukan ibu yang bisa terkurung di rumah, cuma keluar rumah saat belanja bulanan..:(

    *hiks, sori jadi curhat*

  41. mamanaura

    August 7, 2007 at 4:27 pm

    weh..tulisan mba Lita suara hati ibu2 banget nehh..
    kekekekeke..
    me time emang penting ye mbak, kita emak2 bisa tetep waras dan ga berubah gila
    hihihi

  42. vivi

    September 6, 2007 at 4:50 pm

    Hmmm… Menambah kecintaan saya sama blog mbak Lita, perkenankan saya ikut berkomentar disini..he..he..
    Mbak.. Setelah baca yang ini.. Vivi mah gak manggut-manggut lagi… senyum-senyum, geleng-geleng.. trus nyanyi lagunya project pop yang rock vs dugem..hihihihi…
    Berbahagianya mbak Lita yang punya suami mo ngerti bahwa kita istrinya ini perlu sikiiit waktu untuk diri sendiri n bisa hang out sama temen..
    Klo vivi gak bisa mbak… Buat suami Vivi, klo mo pergi selain kerja, vivi musti sepaket.. bawa anak-anak, mbak..
    Kebayang kan… buat beli susu yg jaraknya 1 kilo meteran aja musti berbondong-bondong…:-(
    Vivi sama sekali gak keberatan… cuma kerepotan..hiks..hiks..
    Dan yang mbak sampein tuh.. beneeeerrr smua….
    Soo… sesegera mungkin.. ulasan mbak nyang di atas tuh.. tak print… ntar mo tak kasih ke suami…
    Sokur-sokur mo ngerti…
    Doain ya mbak…
    Nggak ngajak anak kan bukan berarti kita gak sayang mereka tooooo………

  43. dini

    December 1, 2007 at 12:54 pm

    salam kenal mbak lita, ingin deh bersua suatu saat..

  44. Lita

    December 1, 2007 at 8:22 pm

    @ Vivi:
    Jadinya gimana, mbak? Berhasil? Hehehe…
    Yuuuk… semoga kita selalu kompak. Tak hanya berdua, tapi juga satu keluarga. Saling memahami & saling mendukung. Semoga dimudahkan 🙂

    @ Dini:
    Salam kenal juga, mbak Dini. Mau janjian ketemu? Boleh juga 😉

  45. Infinity Project » Blog Archive » Vote!!

    September 3, 2008 at 9:55 am

    […] Agak  ‘berat’ untuk menjadi pemenang sebetulnya.  Tulisan saya bersaing dengan tulisan-tulisan yang ternyata jauh lebih baik.  Ada tulisan mbak Lita yang bersaing dengan Segelas Teh Hangat, yang menurut saya isinya jauh lebih menarik.  Tulisan-tulisan lain pun tidak kalah menarik dan berbobot. […]

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.