Bayi itu dibuang!

Dua hari yang lalu ketika aku bertandang ke 'rumah duka', aku dapati sekotak susu formula bayi di meja. Tampaknya untuk bayi perempuan yang kulihat kedua kalinya, setelah pernikahan ibu yang baru saja kehilangan anaknya itu. Mungkin. Siapa lagi, tak ada bayi lainnya.

Bayi yang -seharusnya- belum lewat masa ASI eksklusif 6 bulan itu nampak tak takut digendong siapa saja. Dia datang bersama bibi si ibu-yang-sedang-berduka. Kami sekeluarga berpikir bayi itu adalah anaknya. Dan aku berpikir penuh dugaan; alasan apa yang membuat si ibu tidak memberi ASI pada bayi lucu yang ramah senyum itu.

Saat Daud pulang dari bermain, kutunjukkan padanya 'adik bayi'. Daud biasanya suka melihat bayi, dan dia akan membuat isyarat 'bayi' yang diulang berkali-kali sampai aku bosan meladeni. Tapi kali ini dia lebih tertarik pada urusan yang lebih penting: ASI. Ha…

Setelah urusan menyusui selesai, sambil bercanda aku bilang ke Daud, "Dedek bayi minum susu botol. Bundanya kenapa, ya? Kan enakan ASI ya, nak?". Mbak asistenku diam saja.

Begitu masuk ke rumah, si mbak bilang, "Itu kan bukan anaknya, mbak."
"Hah? Anak siapa, dong?", kataku kaget.
"Anak sodaranya. Emaknya ngga mau ngurusin, jadi dikasih ke dia", jelas si mbak.
"HAH?! Kenapa?", tanyaku dengan kaget yang bertambah.
"Mertuanya ngga mau ngurusin. Anaknya udah kebanyakan", jawabnya lagi.
"HAAH?!", walah adanya aku cuma hah-heh doang nih.

Karena Daud keburu minta dimandikan (bolak balik bilang, "Dadi!" sambil membuat isyarat 'mandi'), jadilah percakapan diteruskan dengan ibuku. Sambil memandikan Daud, banyaaaak sekali pertanyaan yang muncul di benakku.

'Mertuanya ngga mau ngurusin' gimana maksudnya? Mertuanya tidak mau membiayai? Mertuanya tidak setuju si menantu punya anak lagi? Salahkan bapaknya -alias anaknya lah ya- yang menghamili, dong! Jangan 'bikin anak' melulu kalau sudah tahu akan kerepotan!

Kok bisa-bisanya ketidaksetujuan berbuah tindakan nyata berupa memberikan anak ke orang lain? Memangnya rumahtangga dia yang mengatur? Kalau iya, kok bisa? Memangnya si keluarga ini bergantung pada mertua? Kalau tidak mau punya anak lagi, kenapa dilanjutkan kehamilannya? Pilihan aborsi di bulan pertama bagaimana? Atau, apakah si ibu menggunakan alat kontrasepsi (dan gagal)?

Ketika kutanyakan pada ibu, jawaban ibu cuma "Mertuanya ngga mau dia tiap tahun ngelahirin. Udah kebanyakan, kali. Makanya anak itu dikasih ke orang sambil ngasi duit 30 juta buat ngurusin. Ngasih duit, tapi ngga diaku anak dan ngga mau tau lagi".

Selebihnya ya tidak tahu. Ceritanya hanya sampai situ. Keluarganya yang mana pun aku tidak tahu. Bagaimana mau bertanya, macam-macam pula. "Siapa elu? Apa urusanmu?" Walah Gusti, ya Rabb…

Yang ada, tiap lihat bayi itu selalu bertambah-tambah kasihanku. Apa kutawarkan untuk kususui, ya? Lah, disedot Daud aja udah tambah kurus nih gue (lebih kurus daripada sebelum menikah). Lagipula bayi itu sekarang sudah dibawa pergi, bersamaan dengan sepinya kembali rumah tetanggaku.

Aaaarrrrgghhhhh… Kesal! *mengutuk-ngutuk entah siapa tak jelas*

16 Comments

  1. cahyo

    June 11, 2007 at 4:15 pm

    padahal, anak adalah amanah ya mbak?

    *ironis*

  2. Indra

    June 11, 2007 at 5:54 pm

    Lah, disedot Daud aja udah tambah kurus nih gue (lebih kurus daripada sebelum menikah).

    wah… mang bisa kurus apa…. hahahaha…
    (mode on: *ingat*)- jadi ingat waktu mbak lita sama suami datang di pernikahanku sekitar setahun yg lalu, rupanya mbak lita itu kurus ya, tapi suaminya besar bedegap.

  3. Anto

    June 11, 2007 at 5:57 pm

    itu cowoknya perlu training lagi tuh 🙂

  4. fina

    June 11, 2007 at 10:50 pm

    tulisanmu membuatku bertanya-tanya bagaimanakah kondisi keluarga kandung bayi itu? miskinkah mereka? tapi, sepertinya tidak ya?

    kalau di keluarga sih, ada yang punya anak banyak dan nikah muda. alasan utamanya sih karena anggapan (anak perempuan tidak perlu sekolah tinggi2 – banyak anak banyak rejeki) dan juga keterpurukan. keterpurukan ini lebih ke ekonomi loh.

    pilihan punya anak memang keputusan bersama. anak sendiri kan tidak minta dilahirkan. cuma, memisahkan anak dari keluarga kandungnya (kecuali keluarganya itu abuse) adalah bentuk kekerasan tersendiri. at least, kalau mau dirawat orang lain mesti tetap tahu keluarga kandungnya, tahu nasabnya.

    tapi, ta .. kalau mau kasih asi, silakan aja lah. tinggal disiasati aja. atau dirimu takut produksi asi tidak cukup ya? hehe.
    asik ya, bisa makin kurus. beratku kok segitu-gitu aja, paling turun 1-2 kilo setelah 3 bulan ini. hiks.

  5. nYam

    June 12, 2007 at 11:55 am

    ada ibu yang sampe makan ragi demi menggugurkan kandungan. gagal. anaknya tetap lahir. alhamdulillah sehat wal afiat meski sedikit lambat tumbuh.

    ada yang jadi pelanggan warung jamu demi calon bayi gugur.

    kenapa yang harus pake alat KB (seolah-olah) cuma perempuan? kasihanilah para produsen kondom 😀

  6. cakmoki

    June 12, 2007 at 3:07 pm

    ahhhh, bagaimana tumbuh kembangnya kelak? Pilu.

  7. mariskova

    June 14, 2007 at 11:41 pm

    Jeng, daku kok gak mudeng baca ini. Si ibu angkat itu yang kemarin (bener kan kemarenan?) baru kehilangan bayinya? Trus, sekarang dia dikasih bayi orang? Berarti bukan mertua dia yang keberatan karena menantunya (ibu angkat itu) yang melahirkan lagi?

    ‘Mertuanya ngga mau ngurusin’ gimana maksudnya? Mertuanya tidak mau membiayai? Mertuanya tidak setuju si menantu punya anak lagi? Salahkan bapaknya -alias anaknya lah ya- yang menghamili, dong! Jangan ‘bikin anak’ melulu kalau sudah tahu akan kerepotan!

    Halah, jadi ngebahas beginian…. xD

  8. Lita

    June 15, 2007 at 11:47 am

    Cahyo
    Mungkin justru karena ‘amanah’ adalah kata yang terlalu berat dan besar konsekuensinya.

    Indra
    Yeee… sok lupa, deh.
    Halah, ngga besar bedegap. Cuma sedikit lebih tinggi daripada aku dan lebih gemuk hihihihihi…

    Anto
    Ahahaha… training supaya gak bikin hamil atau training sebagai kepala keluarga yang pegang kendali terhadap keputusan, nih? 😀

    Fina
    Keluarga -angkat- bayinya ngga tinggal deket sini, Ping.
    Jadi bayi itu ngga bisa aku susui.
    Lagipula kalau ngga kenal dekat kan cenderung ada perasaan risih ya (risih dari pihak keluarga bayi, bukan aku).
    Asik bisa makin kurus? Ya… kalau sesuai harapan sih asik juga.
    Masalahe harapanku kan bisa naik beberapa kilogram, gituh 😀

    nYam
    Males pakenya kali, gak ‘natural’ 😆

    Cak Moki
    Iya, status ekonomi keluarga itu ndak jauh beda sama keluarga tetangga yang baru kehilangan bayi.
    Duh… saat ini harapan utama saya satu: jangan sampai malnutrisi gara-gara ngga tau cara menakar dan sterilisasi yang benar.
    Prosedur pemberian susu formula kan jauh lebih ribet daripada ASI yang tinggal ‘ngek-jel’.
    Moga gak terlalu encer… moga direbus dulu… moga sisa setelah diminum ngga disimpen lagi untuk nanti-nanti… moga susunya habis sebelum 3 minggu (ketentuan umum untuk susu formula yang kemasannya sudah dibuka)… moga bikinnya jangan pakai air panas…

    Ah, makin prihatin saya *sesak*

    Venus
    Banget banget, mbok. Hiks.

    Mariskova
    Bukan, jeng pinter 😀
    Ibu angkat si bayi itu bibi/tante dari ibu-yang-baru-kehilangan-bayinya.
    Sementara si ibu ini sendiri berstatus anak yang tinggal bareng orangtuanya (which is my ‘real’ neighbour).
    Mertua-yang-keberatan itu entah siapa, ngga kenal.
    Aku taunya cuma itu bayi dikasih orang, atas perintah nenek si bayi.
    Ngga tinggal bareng, 2 hari setelah hari kejadian trus pulang ke rumahnya, jadi aku ndak sempet nawari untuk disusui.
    Sudah jelas, belum? 🙂

    Yang dihurufmiringken mbak Mar itu ngedumel sendiri ajah. Abisnya… jengkel.

  9. mariskova

    June 16, 2007 at 8:19 am

    Oalaaaaaaahhhhh… gitu toh cerita sinetronnya. (saya masih bingung juga kenapa saya ngebahas ini) Ya sudah, silahkan ngedumel lagi 🙂 🙂 🙂

  10. anas

    June 19, 2007 at 7:40 am

    Kurang bersyukur banget sih tuh ibunya ya bu. yang lain aja ada yang nagis-nangis bertahun-tahun ngga’ punya anak, ini nyang tiap tahun bisa punya anak malah dibaung

  11. kirana

    June 19, 2007 at 12:43 pm

    miskin ya ndak mungkin tho mbak…wong bisa kasi 30 jeti…30 jeti bisa buat ngurus anak sampe teka kali yeh…
    dirikuh jadi puyenk…

    btw, samaan mbak…anak kedua ini bikin lebih kuyus dari sebelum hamil anak pertama…tapi timbunan di perut ini kapan ilangnya yaaaa…*emang bisa ilang??*

  12. kunderemp an-Narkaulipsiy

    June 20, 2007 at 10:01 am

    Kalau iya, kok bisa? Memangnya si keluarga ini bergantung pada mertua? Kalau tidak mau punya anak lagi, kenapa dilanjutkan kehamilannya? Pilihan aborsi di bulan pertama bagaimana? Atau, apakah si ibu menggunakan alat kontrasepsi (dan gagal)?

    Pilihan aborsi…
    ugh.. (mual)

  13. Ule

    June 27, 2007 at 10:41 am

    Mas Ya jd gede?? hemm.. long time no see..
    klo Lita sih kurus always!! Emang kapan pernah gemuk eL??
    hehehehe…

  14. -sez- (ga login)

    June 27, 2007 at 11:51 am

    waah…padahal dulu temen aku pernah berteori seperti ini mba..
    “anak itu punya rejeki-nya sendiri..
    kalo susah ngebiayain..
    setidaknya kita tau kalo nenek itu biasanya lebih sayang sama cucu-nya dari pada anaknya..”

    teori yang aneh sich..
    aneh… dan terbukti tidak benar ternyata…

    hikz.. tambah mikir2 buat kawin nich mba.. :p

  15. dewi_english

    July 10, 2007 at 8:21 pm

    Dua minggu lalu ke Carolus, jenguk ponakan yg kejang demam. Ada bayi kurus yang baru aja masuk karena flek paru. Namanya Rico. Umur 4 bulan, beratnya gak sampe 4 kg. Kurus, lemah, nangis pun serak dan menyayat hati. Ditemenin seorang mbak muda. Ngakunya tante si bayi. Dia curhat. Rico ditinggal ibu nya sejak lahir. Ditinggal di bidan begitu aja. Kembar 2, tapi yang satu sehat walafiat, cuma Rico yang sakit-sakitan. Diambil oleh adik si ibu (yg baru lulus SMA) dari bidan dan diurus sendiri sampe saat Rico harus dirawat di RS 2 minggu krn flek paru, si tante muda nyerah dan lapor ke Ayah si kembar (yg alhamdulillah tetap membiayai si kembar dan seorang kakak sikembar meski ditinggal kabur istri). Datanglah ibu mertua mengurus kembaran yang sehat sementara si tante muda fokus ke Riko yg sakit melulu dan harus terus-terusan terapi (uap katanya). Lama-lama si tante muda gak sanggup (dia pengen punya kehidupan sendiri), si Ayah pun nyerah biaya, akhirnya diputuskan Rico diserahkan ke Panti Asuhan. Sebelum transfer terjadi, Riko masuk RS lagi. Datang seadanya, jangankan mainan atau pospak, baju pun dia gak bawa. Yang paling menyayat hati, Rico minum susu botol. SGM. Pengen banget rasanya buka dada saat itu juga dan menyusui Rico. Barangkali penyakitnya gak akan terlalu berat, barangkali tubuhnya gak akan sekurus itu. Tapi dasar penakut, bisanya cuma nangis aja dan susah tidur berhari-hari mikirin Rico. Itupun akhirnya lupa. Dan baru inget sekarang. Semoga Rico sehat.

Leave a Reply to Anto Cancel

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.