Seputar Menjadi Guru: Menjadi atau Bertahan

Ini sudah pernah dimuat Adi Wirasta (teman sekelas saya di I-9 SMA 8 dulu) di blognya. Tapi kurang sreg rasanya kalau tak ditampilkan di blog saya sendiri. Hitung-hitung pemanasan mulai ngeblog lagi. Maaf, betul-betul maaf saya baru sanggup blogging sekarang.

1. Bagaimana supaya bisa jadi guru?

Bertanya.
Mau jadi guru di mana? Kalau kita alumni situ, biasanya diprioritaskan sama sekolah yang bersangkutan. Masih kuliah tapi pengen ngajar di situ pun mungkin bisa. Persyaratan guru sekolah negeri dan swasta biasanya berbeda. Dan metode penerimaannya juga tidak sama. Tanyakan saja langsung pada sekolah yang diminati.

Berniat. Kalau cuma nanya doang tapi gak diteruskan usahanya ya gak jadi (guru) dong, ya.

Memenuhi syarat. Kembali ke yang pertama tadi. Tanya, syaratnya apa saja? Kita punya, ngga? Kalau ngga punya, masih bisa dipenuhi ‘sambil jalan’, ngga? Atau harus musti kudu dimiliki sejak awal? *misal, skor IELTS, latar pendidikan tertentu, akta 4, dll.

2. Apa enaknya jadi guru?

Orgasmik hahaha…
Mendengar kalimat “Oooh… jadi begitu” itu ‘nyandu’. Ada kepuasan pribadi untuk membantu orang lain mencapai/mengerti sesuatu πŸ™‚ Merasa berguna dan dibutuhkan. Itu perasaan yang tidak bisa digantikan. Seperti teman :p

Enak yang lain… bayarannya? Hehehe…
Jadi guru ngga selalu memelas, kok.(Catat: TIDAK SELALU, jadi kedua kasus -makmur dan berkekurangan- keduanya ada di waktu yang bersamaan) Betul, antar daerah tidak sama. Antara PNS dan guru honorer juga tidak sama (tentunya). Antara guru sekolah swasta dan negeri juga tidak sama.

3. Kenapa kita harus jadi guru?

Tidak ada yang mengharuskan. Tapi kalau tidak ada yang menjadi guru, anakmu mau disekolahkan ke mana? Homeschooling? Pedagogi (ilmu mengajar) gimana? Belajar dulu? Sama aja, toh. Kita belajar ke guru dulu πŸ™‚ (Just FYI, we -my husband and I- are pretty much disagree on the idea of homeschooling, despite the benefits there are also the risks)

Semua punya alasan masing-masing. Alasanku: aku pengen kimia jadi lebih disukai dan bisa dipakai sehari-hari ngga terbatas hanya di kertas ujian.

Alasan lain: payback time. Balas budi. Alasan yang lainnya lagi: Sekolah sedang bersiap melepas guru-guru yang akan pensiun. Sekolah butuh, aku merasa bisa memberikan yang dibutuhkan.

4. Apa suka duka jadi guru?

Dicuekin.
Jamak, sebagai guru baru. Anak ngga kenal, “Siapa elu”.
Kalau murid sekelas sedang ‘malas berjamaah’, wah udah deh. Males-malesan semua. Ngga ada respon kalo ditanya, ngga ada yang nanya kalo ditawari untuk bertanya. Ngobrol sendiri. Saya ngomong, murid juga ngomong.

Dibandingkan.
“Aduuhhh guru yang dulu lebih enak, deh” *ini cerita beberapa teman guru yang di’protes’ di hari pertama mengajarnya (Lha belum mulai diajar kok sudah protes tho, nak?)*

Capek. Hahaha… kerjaan mana yang ngga capek? Semua juga ada capeknya kok, ya. Hanya, bagi mereka yang berpendapat bahwa menjadi guru itu santai, well… think 10 times. Again.

Kalau hanya melihat jam mengajar di kelas, tampaknya memang enak. Datang jam 10, nanti jam 1 sudah pulang. (Saya? Seringkali jam 6.30 pagi, pulang jam 6 sore :p )
Yang tidak kelihatan: menyiapkan materi/bahan ajar di rumah, menyiapkan soal & jawaban, mencari referensi yang enak disimak setingkat kemampuan murid, belajar, belajar, belajar.

Lha wong apa yang baru dibaca seminggu lalu saja bisa lupa, apalagi yang sudah lama. Ilmu kan berkembang terus, ya. Jadi harus update sendiri. Pegangan mengajar tidak harus diktat. Lagipula, banyak yang sudah lupa. SMA kan bertahun-tahun yang lalu.

Mengoreksi semua PR, tugas, kuis, dan ulangan itu. Pilihan ganda memang memudahkan, tapi kurang mendidik anak untuk berpikir luas dan kreatif. Sedangkan isian jelas menyita waktu dan energi untuk yang mengoreksi.

Sukanya…….
Seneng deh kalo lihat anak-anak ngerti & paham materi πŸ™‚
Seneng kalo banyak ditanya, walau ngga selalu siap dengan jawaban yang memuaskan πŸ™‚ *biasanya aku jadikan PR, yang kujawab di pertemuan selanjutnya*.
Seneng lihat anak-anak kalau sedang antusias, sampe minta dikasi soal untuk latihan hehehe… “Miss, aku juga mau, dong!”, “Miss, minta soal yang lain lagi, dong!”, “Miss, buat aku mana?” sampe rebutan spidol untuk ngerjain di papan tulis πŸ˜€
Seneng lihat anak seneng dapet nilai bagus.
Seneng lihat jawaban/respon cerdas anak, yang jawabannya ngga ada di textbook.
Seneng kalau disapa di lorong, di luar kelas, atau ketemu di luar sekolah. “Hello, miss Lita”
Seneng punya kesempatan besar untuk belajar. Punya buku bagus dan ‘keren’ tapi ngga mengeluarkan biaya dari kantong sendiri hehe…
Seneng punya temen-temen guru yang klop dan ngga keberatan sharing
tips mengajar.
Seneng ketemu temen baru yang enak banget diajak diskusi. Seringkali
seide dan seumur, tambah asik πŸ™‚
Seneng kok kalau payday tiba hehehe…
Seneng mejeng di buku tahunan murid hahaha…. *narsis*

5. Bagaimana menjadi guru yang baik dan benar?

Belajar terus. Jangan pernah berhenti.
Belajar dari murid itu ngga dosa. Murid bisa lebih pinter, lho πŸ™‚Β  Tanya saja mereka tahu dari mana/diajari siapa, lalu minta mereka beritahukan apa yang diajarkan itu. Mereka juga bisa mengoreksi kalau kita salah. Terima saja kalau kita memang salah (lha ya masa’ sudah salah trus ngeyel? hehehe… gak lucu, ah!).

Kalau kita benar-benar tidak tahu saat itu, katakan saja nanti akan dipelajari dan di pertemuan berikutnya dibahas. Kalau kita ‘ngeh’ dan tahu bahwa mereka benar (mungkin kita salah, mungkin juga tidak dan itu hanya cara lain yang melengkapi yang kita ajarkan), katakan saja mereka benar dan mereka bisa memakainya jika lebih suka yang itu.

6. Apa pengalaman paling mengesankan jadi guru?

Dikritik guru lain gara-gara waktu di jam beliau, anak-anak mengerjakan tugas dariku. *padahal… waktu jam pelajaranku atau jam lain, anak-anak mengerjakan tugas dia atau belajar pelajaran beliau hihihi…

Mmmm… di’goda’in di kelas.
M (murid): “Miss, kalo angkatan 2002, berarti seangkatan dong sama Nicholas Saputra?”
A (aku): *bengong, cuma alis berkerut*
M: “Miss angkatan 2002, kan?”
A: “Ngga. Kapan saya bilang begitu?”
T (teman-teman): *ngakak* “Sok tau looooooooo”
M: “Kirain. Abis miss keliatan kaya angkatan 2002, sih”
T: *ngakak lagi* “Huuuuuuuuuuuu”
A: “Halah halah. Dear, don’t flirt with me”

Atau… “Miss, kok miss baik banget, sih?”, waktu aku -yang saat itu mulai terkikis kesabarannya- masih berusaha supaya anak-anak mau denger & berusaha ngerti materi.

Atau… disangka temennya orangtua murid, waktu lagi duduk-duduk bareng ortu murid di bangku. Lalu disapa sama satu murid (saat dia berpamitan selesai mengobrol dengan orangtua murid tadi), “Mari, tante” dan si orangtua murid marah, “Heh, ini guru kamu tauk!” hehehe… *kalem, bu… saya guru baru dan ngga ngajar kelas dia, wajar aja ngga tau (eh tapi kan daku pake seragam, yak?)

Atau… -ini nguping (gak nguping juga sih, ngomongnya di sebelah saya, kok) “Pak, besok bapak aja yang ngajar kelas saya, ya”. Ketika sang guru mengiyakan, murid itu berlalu dengan senang, “Asiiikkk”.

Ada yang salah? Ngga, sih. Tapi kalau di jadwal sih harusnya saya yang masuk kelas dia hehehe… Sakit hati? Well… kalau boleh jujur sih sedikit tersinggung. Tapi itu juga membantu saya, karenaΒ  sebetulnya saya memang ingin mengajar kelas yang satu lagi *ups* Ya mutualisme lah. Kalau situ ndak suka saya, saya juga ndak harus suka situ :p

Favorit: Aku tidak suka padamu, bu! Kenapa anda sih yang ngajar saya?

Soal favoritisme ini memang tidak bisa dihindari. Walau tidak boleh ditampakkan, guru juga punya favoritnya sendiri-sendiri. Murid favorit, kelas favorit. Tidak hanya murid yang punya guru favorit dan mata pelajaran favorit.

Nasihat saya untuk murid yang dengan SENGAJA berkata jelas-jelas di depan hidung gurunya, “Ah saya ngga akan ngambil ujian anda” atau senada dengan itu (semisal dia menyatakan lebih suka guru anu, “Kenapa sih gak guru lain aja yang ngajar”): HATI-HATI. It could turn back on you.

Kalau kalian malas dan tidak ingin ketemu satu guru dan sadar atau tidak mengucapkan kata-kata yang jelas tidak netral (seperti contoh tadi), ketika kalian punya masalah (nilai kurang, jelek, atau masalah ‘gak penting banget’ lainnya) dia juga sudah punya mental note. Kita akan lebih rela membantu orang yang kita sukai, ketimbang orang yang sering mencela kita, bukan?

Guru bukan malaikat. Kami tidak sempurna dan juga punya perasaan. Tidak hanya kalian yang bisa bilang ‘tidak suka’. Kami juga punya ‘forum’ sendiri untuk berbagi. Dan ucapan kalian bisa sampai ke guru lain, seperti apa yang dikatakan guru ke kalian bisa sampai ke murid lain. Ketika guru jadi selebritas di mata kalian, kalian juga selebritas di mata guru. While you’re stabbing one, watch your back. You don’t know what occasion might stab you.

Ada satu kalimat favorit di antara saya dan beberapa teman, “Kalau kamu males, nilainya bisa lebih males lagi”. Saya (kami) tidak bisa membantu mereka yang tidak membantu dirinya sendiri. Mengerjakan tugas dan ulangan saja malas, bagaimana kami bisa membantu memberi tambahan nilai? Dari langit? Sogokan? Hare geneeee…. basi banget, ih.

Ada aja, lah. Selalu ada cerita setiap hari πŸ™‚

7. “Saya seorang S-1, masak jadi guru… ga banget deh..” -> bagaimana kalau ada orang yang ngomong gitu?

Laaahh… Guru SMA kan minimal S-1, lho. Cuma punya persyaratan minimal kok protes πŸ˜€ Maunya malah kalau bisa nanti guru yang masih S-1 bersekolah lagi. Bukan mau jadi guru SMA? Ya kembali ke pribadi. S-2 ngajar SD juga gak protes, tuh. Iya, ada. Yang protes malah orang lain πŸ™‚

Kalau memang maunya begitu, ya jalani aja. Gak usah mikirin pendapat orang lain πŸ™‚ Kalau ngga mau, ya sudah jangan cela yang pengen πŸ™‚ Guru itu profesi yang harus sepenuh hati. Jadi kalau setengah-setengah, kasian murid lha ya. Masa buat anak kok coba-coba hehehe…

Ini satu yang harus dipikirkan: kalau profesi guru selalu jadi pilihan kedua atau seterusnya, maka kita akan diajar oleh orang-orang yang *mungkin* tidak sepenuh hati ingin dan kemampuannya tidak setinggi mereka yang memilih *apapun itu* sebagai pilihan pertama.

Betul, kemampuan bisa dipoles. Guru SMP yang masih mendampingi saya sampai sekarang juga tidak memilih guru sebagai pilihan pertama. Guru adalah ‘pengisi waktu senggang’, kata beliau. Tapi toh beliau termasuk wali kelas favorit yang dikenal mampu menangani ‘anak-anak bandel’, termasuk saya yang dimasukkan ke asuhannya hehehe…

Namun berapa banyak yang begini? Pilihan pertama tidakkah punya kemungkinan lebih besar untuk lebih ditekuni, lebih berhasil, dan lebih sreg di hati? Kita butuh banyak orang yang MAMPU dalam keilmuan DAN memilih menjadi guru, ketimbang terpaksa menjadi guru (daripada ngga kerja, misalnya, atau daripada ngga kuliah, atau daripada ngga masuk PTN ya masuk saja pendidikan guru).

Lemme know your opinion πŸ™‚

19 Comments

  1. tukang ketik

    May 19, 2008 at 1:35 pm

    Wah… copas nih!!

    hehehehe….

    iya lit, kewnapa bawru ngewblog new…

    kita harap-harap-cemas lo… kirain dianggap blogger negatif trus ga ngeblog lagi, hihihihi

  2. Lestia

    May 19, 2008 at 9:19 pm

    Apa enaknya jadi guru?

    Orgasmik hahahaÒ€¦

    Ya. Mengingat hari di kelas yang sudah lalu sambil senyum-senyum sendiri, mungkin itu orgasmik.

    Hai Lita πŸ™‚ Masih ingat gue? Lestia. Kita dulu pernah bareng di Mesis waktu SMA.

    Sekarang gue pun, dengan bahagia memilih jadi guru SD. Hehehehe….

    1. Lita

      May 20, 2008 at 2:05 am

      Tia *aduh aku merinding*
      Seneng bangeeeeeeeettttttt ketemu temen yang sama-sama jadi guru! Jleb persis dong ya yang aku bilang. Kalo hepi kan gak masalah. Yang liat aja yang ‘sirik’ hihihi…

      Eh eh… aku gak ikut Mesis, kok. Aku di Medis (Rohis). Tapi beberapa kali nemenin Yuni kalo dia lagi ngapain gitu di Mesis.
      Di mana dirimu sekarang? Ngajar di mana?
      Aku mampir ke blogmu. Sepertinya menyenangkan sekali ^^;

      1. Lestia

        May 20, 2008 at 9:21 am

        Hehehe… gitu ya? Medis dan Mesis, hihihi… aku memang pelupa berat kalau mengingat kembali masa SMA.

        Iya, aku juga senang ketemu teman yang ngajar juga. Biasa kan, jadi guru seperti jadi warga negara kelas dua, karena jadi guru jarang jadi pilihan pertama. Biasanya pilihan “daripada”.

        Mau dong ngobrol lebih sering. Pengen berbagi cerita juga gimana nyandunya mengajar di tahun-tahun pertama…. πŸ™‚

      2. Eep

        September 2, 2008 at 11:54 am

        dah lama nih ga mampir ke sini. hehehe

  3. Lita

    May 20, 2008 at 11:45 am

    @ Adi:
    Sori Di, komentarmu masuk ke kotak spam.
    Copy paste? Elu kali :mrgreen: Coba perhatiin, banyak edit & tambahan di sana-sini, kok hihihi…
    Blogger negatif? Huehehehe… iya juga, sih. Makanya pindah server dulu :p
    *emangnya ngaruh? ya… semoga aja ‘tarikan’ UU lokasi server lebih kuat daripada pasal karet UU-ITE*

    @ Tia:
    Add aku aja di Y!M: syifa_alqulb
    Iya nih, mau dong ceritanya. Aku baru beberapa bulan ngajar. Masih ijo muda banget πŸ˜€

  4. tukang ketik

    May 22, 2008 at 3:50 pm

    “Sori Di, komentarmu masuk ke kotak spam.”

    >> kok bisa sih??

    “semoga aja Γ’β‚¬ΛœtarikanÒ€ℒ UU lokasi server lebih kuat daripada pasal karet UU-ITE”

    >> maksudnya apa lit?

    1. Yahya

      May 26, 2008 at 7:39 am

      AFAIK, diliat dari TOS di webhosting, biasanya mereka menetapkan bahwa isi dari hosting itu comply dg UU dimana servernya terletak. Jadi kalo hosting di Rusia ya nurut UU Rusia, dsb. Sedangkan sekarang ini inirumahku.com di host di Amrik, dan dari yg aku baca di UU ITE itu terutama pasal2 yg ( bisa ) sangat subjectif tentang “pencemaran nama baik” itu tidak berlaku di Amrik ( Freedom of Speech bro πŸ˜› ). Yet, dalam berargumentasi kita selalu menyediakan referensi yg cukup + valid, kok. So, tidak bisa hanya ditembak dengan ‘pencemaran nama baik’. πŸ™‚

      *hope that helps, meski memang kita bukan anak ‘hukum’ tapi untuk urusan TOS dan UU kita usahakan selalu diperhatikan dengan seksama…

  5. listi

    June 19, 2008 at 6:17 pm

    hmm…kalau dulu guru kimia gw elo, lit, mungkin gw akan bisa lebih suka pada kimia. soalnya file presentasinya kewren2…ihihihi…

  6. Jana

    July 30, 2008 at 11:07 pm

    Salut buat Miss Lita, coba guruku dulu kamu ya.., mungkin nilai Qmia ku 100 terus. I’m not a teacher, tp aku tau betapa sulitnya mjd seorg guru yg baik.btw angkatan brp Mbak..?

  7. kirana

    August 4, 2008 at 6:24 pm

    kalau kau jadi guruku??
    daku milih belajar ngelenong timbang kimia =))

  8. Lita

    August 5, 2008 at 12:47 pm

    @ Adi
    Udah dijawab yayangku tuh ya, Di :mrgreen:

    @ Listi
    Aiyeee… Bikin untuk Kimia lebih susyah :p

    @ Jana
    Angkatan 98 πŸ™‚
    Ngg… semoga, ya, hehehe… Terimakasih sudah berempati pada profesi guru. Ngomongs, ini mas atau mbak, ya?

    @ Kirana
    HALAH Kirceh. Kalo bisa dua-duanya, mengapa tidak? :mrgreen:

  9. Al

    October 3, 2008 at 5:22 am

    Dr dl si emang pengen jd guru atawa dosen, tp br skr2 ini kesampean. D tk ugm tradisinya si the best students stay (jd dosen), the next best work (as engineers), the next beSt nya lg si terserah.

  10. rbaryans

    October 6, 2008 at 10:08 pm

    Dulu saya di sekolah adalah “bintangnya” orang bilang seh jagonya matematika…
    justru dengan modal yang saya punya itu saya memilih jadi guru, saat itu saya berfikir kalau yang jadi guru memiliki kepandaian yang luar biasa maka muridnya pun akan pandai juga…
    Tetapi ternyata mau jadi guru yang benar-benar menjadi guru yang sebenarnya sulit sekali…walaupun akhirnya saya pun sekarang jadi guru di sekolah menengah dan universitas…

    Salam hangat dari guru juga…

  11. senja

    March 18, 2009 at 6:12 pm

    wah,enak bgt neh ak bc artikel td.pas stlh pagiñ td sy hmpir mau nangis gara2 murid2 sy lg ‘males brjamaah’..tp skr uda smngt lg.thx

  12. agnes bemoe

    January 28, 2010 at 12:53 pm

    Salam kenal, saya mau minta izin mencuplik tulisan ini untuk tambahan bagi tulisan saya, yang kebetulan temanya sama: tentang suka duka menjadi guru. Apakah diperbolehkan?
    Saya juga seorang guru. Terima kasih

  13. Lita

    January 28, 2010 at 4:24 pm

    Dear Agnes,
    Silakan πŸ™‚ Semoga membantu.

  14. Dewi Susiana

    February 25, 2010 at 11:25 pm

    Assalamu’alaikum
    salam kenal, namaku dewi, hmm mau nanya mbak, pean tau gak kira2 jd guru di SMA dengan SMP itu lebih enak mana? tantangannya lbh bsr mana ya?masalah birokrasi jg lebih enak mana? nih rencana msh mau ngelamar jd bu guru, hehehe, terimakasih

    Wassalamu’alaikum wr wb.

Leave a Reply to Lestia Cancel

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.