Alami Tak Selalu Aman

Pemahaman yang umum di masyarakat kita adalah membagi produk 'kesehatan' (dan atau obat) menjadi dua kubu ekstrim: alami dan sintetik. Padahal di jaman teknologi modern seperti ini sulit sekali menemukan produk yang 100% dari bahan alam TANPA menyertakan bahan sintetik (baik sebagai pengisi, campuran, wadah/kapsul, atau perisa) sama sekali.

Memang tidak mustahil. Tapi jika jamu dikemas dalam bentuk kapsul, tidak ada jaminan bahwa bahan pembuat kapsul tersebut tidak mengandung senyawa sintetik kecuali dinyatakan pula komposisi bahan kapsul tersebut.

Kesalahpahaman yang lebih mengkhawatirkan (bagi saya) adalah membuat (dan mengamini) pernyataan bahwa jika alami maka aman.

TIDAK SEMUA YANG ALAMI ITU AMAN !

Saya sangat prihatin terhadap klaim iklan suatu 'obat' diare populer.

Mengapa kita pilih yang alami? Karena alami itu aman.

Sembari tampilan menunjukkan "ALAMI = AMAN". Ini kesimpulan yang tergesa-gesa dan memaksakan, demi memberi dasar bahwa produk yang ditawarkannya dijamin aman. MENYESATKAN!

Herba tidak sepenuhnya aman, karena tanaman obat pun mengandung racun, dan penggunaannya memerlukan berbagai kondisi yang berbeda.

Tahukah anda, bahwa buah-buahan dan sayuran tertentu secara alami menghasilkan sianida? Simak artikel di CFIA (Canadian Food Inspection Agency).

Dan tahukah anda, mahkota dewa si tanaman 'dewa' (karena klaim penyembuhan berbagai penyakit oleh buah ini sungguh memesona) selain penyembuh yang manjur juga merupakan racun yang kuat?

Dan bahwa sebab utama mengapa anak berusia di bawah 1 tahun sebaiknya tidak mengonsumsi madu adalah karena adanya bakteri penghasil botulin si racun alami paling kuat?

Aturan Main dalam Mengonsumsi Obat Herbal

Inti informasi yang benar adalah: untuk mendapat efek yang diinginkan dari sesuatu, gunakan sesuai aturan. Aturan dalam hal obat herbal mencakup beberapa hal yang penting untuk diketahui:

  • Sifat dan khasiat. Bahasa kerennya: indikasi.
  • Kandungan kimia, misalnya antihistamin, alkaloid, saponin, dan lain-lain.
  • Bagian yang digunakan.
  • Cara pemakaian (ditumbuk, direbus, atau diseduh? berapa banyak dan berapa kali dalam periode seberapa?).
  • Efek farmakologis.
  • Catatan penting, misalnya larangan untuk dikonsumsi oleh ibu hamil

Penggunaan tanaman obat harus berdasarkan asas manfaat dan keamanan. Jika bermanfaat untuk penyembuhan penyakit, tetapi tidak aman karena beracun, harus dipikirkan kemungkinan timbulnya keracunan akut maupun keracunan kronis yang mungkin terjadi.

Intinya, risiko dan keuntungannya harus ditimbang baik-baik. Hal ini berlaku pula untuk obat 'konvensional'.

Aturannya banyak? Iya memang! Bukan mentang-mentang alami lalu mengarang sendiri dosis dan racikannya. Jangan sampai terjadi 'kecelakaan' akibat sok tahu dalam berurusan dengan obat herbal.

Terapi Bersama: Herbal dan Konvensional

Yang penting untuk diingat juga: jika anda mengonsumsi obat herbal BERSAMAAN dengan obat 'konvensional', pastikan untuk mengatakan yang sebenarnya pada dokter anda. Mengapa penting? Karena senyawa dalam obat herbal bisa saja bereaksi dengan senyawa dalam obat 'konvensional', yang efeknya bisa jadi fatal.

Kebanyakan orang mungkin berpikir bahwa dokter tidak akan memperbolehkan mereka mengonsumsi obat herbal jika dokter tersebut tahu. Di luar 'sentimen' tertentu (misalnya bahwa dokter 'benci' obat herbal dan hanya mendukung konsumsi obat 'konvensional'), informasi ini sebenarnya penting demi keamanan pasien itu sendiri.

Nyatanya ada saja dokter yang memperbolehkan pasiennya menjalani terapi dengan obat herbal dan obat 'konvensional' berbarengan. Tentu dengan catatan bahwa kedua jenis obat tidak memberi reaksi yang memperburuk kondisi kesehatan. Dokter tenang, pasien bisa senang karena punya kendali dalam memilih pengobatan yang diinginkan.

Keputusan Mengonsumsi Obat dan Suplemen Herbal

Didik diri anda sendiri. Pelajari sebanyak mungkin mengenai obat herbal yang akan/sedang anda konsumsi. Tanyakan pada dokter atau praktisi pengobatan herbal.

Ikuti dosis yang dianjurkan. Jangan melebihi yang direkomendasikan, dan cari tahu tentang kontra indikasinya.

Perhatikan efek samping yang mungkin timbul, misalnya mual, pusing, sakit kepala, atau sakit perut. Jika terjadi, turunkan dosis atau hentikan pemakaian.

Waspada terhadap reaksi alergi. Reaksi yang parah dapat menyebabkan kesulitan bernafas.

Pelajari profil produsen. Obat dan suplemen herbal tidak dibuat sama, sehingga ada baiknya untuk memilih merk yang telah dikenal baik. Tanyakan pada diri anda sendiri:

  • Apakah produsen terlibat dalam penelitian produknya sendiri atau hanya mengandalkan penelitian yang dilakukan oleh orang lain?
  • Apakah produk tersebut memberi klaim yang bombastis, begitu muluk sehingga sulit dibuktikan kebenarannya?
  • Apakah produk tersebut memberikan informasi mengenai racikan terstandar, efek samping, komposisi, aturan pakai dan perhatian khusus (precaution)?
  • Apakah label informasi nampak jelas dan mudah dibaca?
  • Apakah ada nomor telepon pengaduan konsumen, alamat, atau alamat situs yang tercantum agar konsumen dapat mencari tahu lebih banyak mengenai produk tersebut?

Keputusan Pribadi

Keputusan untuk menjalani pengobatan dengan metode yang manapun sifatnya pribadi. Tak dapat dipaksakan oleh siapapun. Keputusan yang tepat untuk seseorang belum tentu tepat juga jika diterapkan pada orang lain, dan belum tentu pula tidak manjur.

Buat keputusan dengan pikiran jernih. Jangan hanya mengandalkan kesaksian orang lain yang pernah memakai produk tersebut karena reaksi tubuh seseorang tidak selalu sama. Apalagi kesaksian yang diberi sepihak oleh produsen, yang tidak dapat anda selidiki kebenarannya.

Sadari bahwa bagaimanapun, keputusan selalu berpulang ke tangan anda. Hanya anda yang bertanggung jawab atas kesehatan anda. Kendali ada di tangan anda.

28 Comments

  1. fitri

    August 13, 2006 at 10:36 am

    setuju mom. soal mahkota dewa itu salah satu contoh yang aku tau. alami-alami, nggak taunya tetep aja harus diolah dulu biar racunnya terhapus. pasien HARUS aktif dan galak soal informasi obat. biarin aja dianggep cerewet dan menyebalkan. ini soal kita soalnya. ya nggak mom? eh, sorry kok malah jadi esmosi gini. 😀

    btw, aku baru tau kalo bunda banana dan si kecil sakit. waduh, semoga cepet2 sembuhnya ya lit. apa karena kebanyakan di-chew atau gimana to? moga2 sekarang udah sembuh.

    have a happy day ya mom! 😀

  2. kenji

    August 13, 2006 at 7:07 pm

    betul2…

    tubuh manusia sangat beragam, tiap orang punya preference tersendiri terhadap obat ataupun suplemen :D… Jadi apa yang terbaik buat kita sendiri mungkin bukan yang tebaik bagi orang lain…

    Lit, kalau dari saya ya, yang penting awal konsumsi produk herbal itu jangan dosis normal, setengahnya dulu, baru di hari 3-4 dosis normal. Suka ada beberapa tubuh orang yang KAGETan terhadap hal-hal seperti begitu :D… Ama buat prefentif aja kalau2 kita ada alergi dll.

    Kalau udah 1-2 bulan ga signifikan, mending coba yang lain aja… 😀

  3. kikie

    August 13, 2006 at 9:45 pm

    jelas … alami bukan berarti bisa dikonsumsi sebanyak mungkin seenaknya saja tanpa khawatir efek samping. ingat soal banyak tumbuhan & jamur yang beracun, & bahwa bahkan vitamin pun bisa jadi racun kalau kebanyakan dikonsumsi ..

  4. Lita

    August 13, 2006 at 11:08 pm

    Fitri
    Wah, dapet julukan baru nih, ‘bunda banana’. Makasih, mbak :mrgreen:

    Ya, soal kesehatan memang perlu keahlian cerewet yang agak khusus hihihi… Asal tetap dengan perilaku yang baik dan sopan, seharusnya petugas medis akan memberi pelayanan yang maksimal bagi kita.

    Selesma aja kok. Alhamdulillah sekarang sudah jauh lebih baik. Demam kemarin menghajar virus bandel itu sampe kalah perang 😉 Have a happy day to you too, mbak Fitri 🙂

    Nabilla
    Semoga yang baru ini bermanfaat 🙂

    Kenji
    Suplemen atau obat, kata kuncinya adalah hati-hati dan sesuai kebutuhan.

    Lebih baik lagi kalau pola hidup (dus pola makan juga) disempurnakan/diperbaiki. Dengan begitu, asupan gizi terjamin dengan baik tanpa perlu disokong suplemen. Betul? 🙂

    Kikie
    Iyak betul! 🙂

  5. paririan

    August 14, 2006 at 11:21 am

    Mbak klo herbal kan dari buah ama tumbuh2an, nah klo dari hewan namanya apa??
    (maap, soalnya selama ini saya konsumsi obat dari produk hewani..
    sakit apa aja, minumnya…eh obatnya cuman sate kambing. 😉
    klo ini namanya obat sugesti yah?? hehe…)

  6. doeljoni

    August 14, 2006 at 12:11 pm

    alami tak selalu aman,
    sementara yang aman belum tentu tanpa efek samping
    😀
    sementara pola konsumsi obat masy. kita masih belum berubah

    wah.. bener-bener bisnis yang menggiurkan di negeri ini
    =))

  7. rendy

    August 14, 2006 at 12:12 pm

    apapun itu pasti ada risikonya lah…

  8. Fernando

    August 14, 2006 at 12:41 pm

    setuju…
    wanita berparas cantik alami pun tetap menggunakan kosmetik bila bepergian. lho koq? 😀

  9. Luthfi

    August 14, 2006 at 1:42 pm

    “Buat keputusan dengan pikiran jernih. Jangan hanya mengandalkan kesaksian orang lain yang pernah memakai produk tersebut karena reaksi tubuh seseorang tidak selalu sama.”

    lah, kalo testimonialnya dari banyak orang gimana ?
    udah “ijma’ ” orang2 (konsumen)
    note : sampelnya banyak dan acak

  10. Guntar

    August 14, 2006 at 1:58 pm

    Untuk bisa jawab checklist pertanyaan di atas aja tampaknya udah butuh kompetensi tersendiri ya :roll:. Gimana klo dibikin lebih mudah aja. Adakah kriteria obat2 tertentu yg kita harus bener2 riset dulu klo mo menkonsumsinya? Klo obat maag atau tetes mata misal, ndak perlu kan kita sampe ribet kayak gitu? Apalagi untuk obat2 yg miskin varian.

    Dan maaf, yg ini pertanyaan lugu,”Gmana taunya obat itu ada komposisi herbalnya apa nggak?” 🙄

  11. aribowo

    August 14, 2006 at 3:03 pm

    mungkin karena ada pemahaman yang mengatakan terkadang untuk melawan racun juga masti pake racun,oleh karena itu tanaman mahkota dewa biasa di pake untuk pengobatan dengan tujuan racun di lawan dengan racun

    *sok tau*

  12. zuhra

    August 14, 2006 at 4:24 pm

    wah wah wah…..
    saya sih pilih yang cantiknya paling alami… 😀
    lho kok kesitu sih? maksudnya, yang alami, menyehatkan, menyegarkan….
    kalo yang sintetis dan yang alami sih, ya, oke2 aja. asal jelas dapet rekomendasi dari dokter yang terpercaya.
    (atau rekomendasi dari “ibu banana” kali…)
    oh iya, saya add ya alamat blognya. bagus2 sih isinya.
    salam kenal mbak.

  13. nYam

    August 14, 2006 at 4:28 pm

    kayanya aku tau deh obatnya apa….bole disebutin ga hihihi
    skarang kalo liat iklan, bawaannya sebel. adaa aja caranya. yah namanya juga iklan.

    eh ada ga seh iklan obat ato apa pun itu yang benernya cuma mempromosikan placebo?

    btw, mau ikut lepasan?

  14. Lita

    August 14, 2006 at 4:40 pm

    Luthfi
    Sudah menjadi standar praktik medis bahwa testimoni tidak dapat diterima sebagai dasar perawatan/pengobatan. Yang dapat diterima adalah uji klinis (dengan sederet kriterianya).
    Penjelasan lengkap tentang uji klinis sila cari sendiri ya, di wikipedia juga ada kok 🙂

    Dan kalau aku ‘memaksakan’ perbandingan: sesuatu yang salah yang dilakukan oleh banyak orang (dan dijadikan kesepakatan) tidak dapat mengubah statusnya menjadi benar, e.g. korupsi :mrgreen:

    Testimonial bisa saja benar; pengaku tidak berbohong, kasusnya nyata. Namun hal ini tetap tidak diakui sebagai basis. Coba simak tanggapanku untuk Kenji di posting yang lalu. Dan testimonial bisa saja direkayasa, macam di iklan 🙂

    Guntar
    Kriteria obat tertentu? Wah, pertanyaannya susah ya :p Untuk saat ini, jawaban yang bisa saya berikan cuma: obat herbal, suplemen, dan obat yang statusnya belum jelas (belum terdaftar, belum lolos uji klinis, izinnya dicabut, dll) di BPOM.
    Nah, ini sudah bisa menjawab pertanyaan selanjutnya tentang obat gastritis dan tetes mata ya 🙂

    Miskin varian (maksudnya senyawa yang dikandungnya ya?) tampaknya -IMHO- tidak ada hubungannya dengan perlu atau tidaknya kita mengetahui apa yang akan kita konsumsi. Kita harus tahu apa yang kita konsumsi serta dampak yang diperkirakan akan kita alami. Begitu saja.

    Contohnya parasetamol. Secara umum, senyawa ini dinyatakan aman. Tapi orang-orang dengan alergi terhadap parasetamol serta orang-orang dengan kerusakan hati tentu harus lebih hati-hati, dan pilihan yang lebih aman adalah menghindari serta mencari antipiretik/analgesik jenis lain.

    Komposisi herbal bisa dilihat dari munculnya nama latin tumbuhan di sana. Tahunya? Cek aja, tanya mbah Google :mrgreen:

    nYam
    Hehe… TST aja deh. Blog ini index-nya cukup tinggi di Google, dus gampang terendus oleh pihak tertentu yang memang mencari adakah yang bereaksi negatif terhadap produk yang dalam ‘kuasa’nya. Jadi demi menghindari gontokan antara saya dan produsen mending kita bisik-bisik ajah ya :p

    Ada gak ya? Aku gak tau mbak. Cuma sampai sekarang masih gak ngerti, kenapa Echinacea di Indo diluluskan uji klinis di bawah POM sedangkan di US gak lolos dan dinyatakan sebagai obat herbal (alternatif medicine) serta gak ditangani FDA lagi. Padahal kedua badan itu sama-sama mengurusi obat dan makanan.
    Ada yang bisa memberi tahu saya?

    Sore ini aku mau berangkat ke Solo, mbak. Gak bisa ikut Pesat 🙁 Nanti aku dibuatkan resumenya ya :mrgreen:

  15. imponk

    August 14, 2006 at 5:28 pm

    biasanya dalam berobat, itu berlaku hukum kebiasaan. misalkan, orang ini manjur pake obat ini. dan orang itu, manjur pake obat itu. pengalaman orang lain belum tentu cocok untuk seseorang.

    benar, alami belum tentu aman. ini yang tidak dicermati oleh banyak orang. ada anggapan bahwa obat pabrik (generik) mengandung efeksamping. sedang obat alami, tidak ada efek sampingnya. ini dipupuk oleh iklan-iklan obat alami juga. yang memberi jaminan seratus persen tanpa efek samping.

    di sebagian orang tua dulu, ada juga yang berpesan: kalo pake obat generik, jangan pake obat alami. pilih salah satu. hal ini untuk menjaga ‘bentrokan’ antara obat satu dengan yang lainnya –yang kadang efeknya bisa berbahaya.

  16. siska

    September 4, 2006 at 5:58 pm

    Yang alami tidak selalu aman asalkan kita tahu yang mana yang beracun ato ga, ya ga masalah.! Beracun atau tidak produk alami itu kan tergantung DOSIS, OBAT HASIL SINTESIS juga bisa menyebabkan masalah, so intinya itu semua tergantung dari diri kita n pengetahuan kita.

  17. diane

    October 7, 2006 at 8:41 am

    alami tdk aman ?? itu sih tgtg dr pembuatan n pengolahannya.. jelas akan sgt bbeda..bahan alami yg diproses dg cara tradisional (manual dg tangan mns), dibandingkan yg dg bioteknologi modern…
    aman tdknya jg sgt tgtg dr basic bahan alami itu sendiri…apa dibudidaya mengg hak paten, ato scr liar aja…

    tp yg jelas…akibat dr banyaknya jumlah org yg RIP (Rest In Peace) gara2 obat sintesis, dekade tahun 2010 akan mjd abad “WELLNESS REVOLUTION”…disaat smua org udah mrasa ngeri dg obat2 sintetis, produk herbal dianggap sbg satu2nya alternatif penyembuhan bbg penyakit…
    sgalanya akan kembali ke alam….

    just ceck a look…

    skali lg… aman tdknya… tgtg dr basicly bahannya dan cara pengolahannya…

  18. epunk

    May 17, 2007 at 8:46 am

    Saya mau sedikit berbagi pengalaman,2 hari kemarin mantan pacarku kena ASAM URAT.Minum jamu yan banyak beredar di pasaran,namanya JAYA ASLI.Reaksinya istriku tambah ga bisa tidur kena kram perut.Aku periksa gelas jamunya ada butiran putih semacam bubuk obat Kimia.Bukannya bikin sembuh malah datang penyakit Baru. KITA WAJIB KRITIS…

  19. prie

    June 10, 2007 at 5:15 pm

    cuma berbagi informasi yg sy dapet hasil browsing…

    Tentang madu mengandung botulinum, ada penelitian lanjutan yg ternyata prosedur penelitian sebelumnya kurang valid. Pada penelitian sebelumnya dilaporkan seakan-akan madu mengandung botulinum sehigga tidak aman dikonsumsi bayi. Yang seharusnya dilaporkan adalah ‘madu memiliki kemungkinan mengandung botulinum’. Berarti tidak semua madu, penelitian selanjutnya mengidentifikasi penyebaran madu yg mengandung botulinum.

    Karena mikroba penghasil botulinum tidak berkembang di sarang lebah, berarti apabila ada madu yg mengandung botulinum maka madu tersebut sudah mengalami kontaminasi

    1. Lita

      June 10, 2007 at 8:11 pm

      Bisa langsung saja sebutkan ‘penelitian lanjutan’ mana yang dimaksud?

      mikroba penghasil botulinum tidak berkembang di sarang lebah

      Tampaknya ada sedikit salah paham di sini.
      Mohon diperhatikan, botulinum adalah bakteri.
      Botulin adalah racun yang dihasilkan si bakteri.
      Botulism adalah penyakit yang diakibatkan oleh botulin.

      Berikut adalah cuplikan abstrak penelitian “Clostridium botulinum in honey production with respect to infant botulism”, oleh Mari Nelvas, University of Helsinki, 2006. Abstrak, disertasi dalam pdf (538 kB).

      Infant botulism is a rare illness caused by spores of Clostridium botulinum, which are ubiquitous (“found everywhere”) in nature and harmless for healthy adults. Due to the immaturity of infantile intestinal microflora, the spores carried into the intestinal canal may germinate and produce toxin in vivo.
      […]
      C. botulinum was shown to be common throughout the whole honey production chain, with the type most frequently detected being group I type B.
      […]
      Based on the results it is concluded that the number of spores in honey may be diminished. However, due to the observed wide existence of C. botulinum spores in the environment, it is not possible to produce honey totally free from spores.

      Ya, botulinum memang kontaminan. Yang sulit dihindari karena ada di mana-mana.
      Apakah jika madu mengandung botulinum lantas berbahaya?
      Tidak, bagi ORANG DEWASA.
      Pernyataan “adanya bakteri penghasil botulin si racun alami paling kuat” berlaku di bawah syarat: usia 1 tahun, yaitu saat sistem pencernaan bayi belum matang.
      Karena itu saya mendahulukan keterangan usia sebelum memberi pernyataan (sekaligus pertanyaan).

      Apakah mungkin untuk membuat madu lebih aman dari kontaminasi botulinum?
      Mungkin, walau tidak sepenuhnya bebas dari spora.
      Dan perlu diingat, usaha sterilisasi ini dapat mengurangi mutu madu, yang memberikan dampak terbaik justru ketika tidak melalui proses apapun.

      Take the risk and the advantage, all in one pack. Not worth the risk for baby’s safety, though.

  20. SA.Susanto

    July 1, 2007 at 7:05 pm

    bagaimana caranya kalau inging mengkonsumsi ekstrak2 alami yang aman? adakah panduannnya jika membeli beresiko tinggi?

  21. RANI Melintan

    July 23, 2007 at 3:46 pm

    saya sangat berpendapat bahwa tidak semua yang alami2 itu aman,misalnya saja obat tradisional jamu kebanyakan efek sampingnya daripada khasiatnya.tapi bukan berarti tidak baik.saya lebih yakin akan yang alami dari yg modren.

  22. siapaya

    May 22, 2009 at 10:02 am

    Apalagi ini….?
    Memang betul demukian, tapi yang bikin kata-kata mutiara itu juga bukan orang sembarangan.
    Mereka tahu bahwa kebanyakan orang sudah tahu tentang sttmen “alami sama dengan aman” bukanlah benar adanya.
    Namun berbalik dari kaidah umum yang menyatakan bahwa kebanyakan orang juga tidak mau tahu bahwa “yang tidak aman belum tentu sintetik” maka dibuatlah kata mutiara……: “alami sama dengan aman” ….!!!
    Setuju atau tidak setuju, ….menyesatkan atau menjerumuskan,….. bergantung pada kemauan masing2 orang untuk memakai kata mutiara itu.
    Anda setuju atau tidak dengan pendapat saya ini, tentu bergantung pada persepsi anda masing2 dengan dunia iklan dan kata mutiara…..yang dipakainya.
    Bagaimana dengan anda…..?????
    Terserah selanjutnya……
    Tks

  23. bundouwais

    April 8, 2017 at 11:27 pm

    Assalamu’alaykum
    Salam kenal mbk
    Tau2 saya nyasar di berbagai tulisan mbak lita disini

    Baca2 komen di tulisan2 mbak, banyak yang (seakan2) kritis ya. Saking kritis nya sampe salah menulis istilah dalam bahasa Inggris (atau mungkin memang belum tau ya)

    Eh jadi OOT, maaf ya

    Saya tertarik komen karena ada bahasan madu dan botulinum

    Yang membantah madu beresiko untuk bayi dibawah 1 tahun, coba deh survei ke orang2 yang sudah pernah memberi bayinya madu dan mendapatkan efek samping botulism (eh bener kan istilahnya ya)
    Anak saya salah satunya
    Sampe anak saya kejang, diberikan pada usia 11 bulan. Itu pun bukan madu murni, melainkan madu campuran herbal lainnya untuk ibu hamil dan menyusui (i know, sebuah kesalahan memang, sudah saya beri peringatan, tapi memang lebih suka mendapat pengalaman pahit dulu bari saya didengar. Hihi)
    Masih ngotot madu aman? Sementara sudah ada penelitian bahwa ada kemungkinan bayi terpapar bakteri botulinum itu?
    Eh, sampai2 ada lho yg menyatakan kalo tidak percaya madu aman untuk dibawah 1 tahun berarti gak percaya Al Qur’an. Wew. Saya kafir dong kalo gitu.

    Oya, slogan alami=aman. Yg jadi pertanyaan saya, alamat itu berarti dari alam bukan? Nuklir dari alam kan? Berarti alami? Njuk aman?

    Maaf ya mbk, saya numpang menumpahkan kekesalan disini.
    Habis lucu aja, udah pakar yang ngomong, eh yg punya ilmu cetek masih aja ngotot. Dan suka berlindung dibalik “yang penting niatnya”, atau “semua pilihan baik, kembali ke individu masing2”, atau sekalian aja “lakum dihukum waliyadin”?
    Kalo sampe ada yang statement yang terakhir, plis belajar lagi tafsir surat al ikhlas

    Btw mbak, saya boleh Kapan2 konsultasi (tanya2) langsung ke mbk lita perihal ranah kimia?

    1. Lita

      April 13, 2017 at 3:07 pm

      Alaykum salaam.
      Maaf, komentarnya baru dimunculkan. Nyasar masuk ke spam.
      Aduh, saya ikut simpati atas kejadian anak mbak 🙁
      Semoga tidak ada kendala apa-apa, ya. Sudah pulih, kan?

      Boleh tanya-tanya, silakan nimbrung aja 😀

      1. bundo uwais

        April 13, 2017 at 3:31 pm

        Sudah mbk, itu kejadian 2 thn lalu hihi
        Skrg alhamdulillah anaknya sehat dan kuat. Meski suka Males makan 😐

Leave a Reply to Lita Cancel

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.