Menunda Kebenaran
Kami sedang berkendara motor ketika Daud tiba-tiba berujar, “Mobilnya jelek, ayah!” ke sebuah mobil yang berpapasan dengan kami. Polos dan tanpa maksud apa-apa, tentunya. Namanya juga anak kecil.
Yang merasa agak sungkan biasanya orangtuanya. Kami hanya senyum-senyum saja, tapi pasti akan terasa tak enak jika itu terjadi di dekat rumah, terhadap tetangga misalnya. “Duh nak, jangan jujur amat, napa” hehehe…
Nanti. Nantinya anak-anak harus belajar kapan harus mengatakan apa adanya. Dan tak kalah penting yang harus mereka pelajari adalah kapan harus diam dan menunda untuk mengatakan yang benar. Bijak tak hanya tentang kebenaran, tapi juga menimbang waktu, tempat serta manfaat perkataan.
Teringat beberapa hari sebelumnya para wali kelas 12 diajak berbincang oleh kepala sekolah dan kami mendapat nasihat serupa. Kami harus tahu kapan untuk berlaku lentur, kapan bersikap tegas tanpa kompromi, kapan melembut dan membiarkan murid melakukan kesalahan. Dan semuanya didasari oleh kemaslahatan. Manfaat yang lebih besar, bagi kehidupan dan masa depan murid.
Saya melakukan kesalahan di semester lalu. Saya katakan kebenaran, sejujurnya. Dan saya seharusnya tidak melakukan itu. Seharusnya saat itu saya biarkan murid saya menakar dirinya sendiri. Toh dalam hati kecilnya pasti mereka menyadari dan mampu mengukur kemampuannya sendiri. Tak perlu saya jaharkan apa yang saya takutkan.
Pahit. Tak dapat saya ulang. Tak dapat saya perbaiki. Saya hanya berharap, kesan buruk itu pupus. Saya harap mereka mampu menepis keraguan saya dalam kemarahannya, dan ‘membalas dendam’ dalam bentuk prestasi yang lebih baik daripada yang saya khawatirkan. Semoga.
Saya harus terus belajar. Sebagai orangtua, juga sebagai guru. Semoga dimampukan untuk terus belajar. Karena saya harus selalu sadar, bahwa ketika saya berpuas diri dan berhenti belajar saat itulah saya berhenti berkembang.
berkarya merajut harapan
January 26, 2010 at 8:30 ambijaksana memang tak mudah. dan yang tlah berlalu takkan kembali, yang pasti hanya saat ini 🙂
achedy
February 19, 2010 at 9:57 amKata ustadz saya jaman SMA harus seperti orang nyetir motor. Dah tahu tujuan, tapi dijalan harus pintar2 ngerem, ngegas, nyalib, berhenti sebentar dll. Tujuannya, sampai tujuan dengan selamat 😀
achedy
February 19, 2010 at 9:57 amKata ustadz saya jaman SMA, harus seperti orang nyetir motor. Dah tahu tujuan, tapi dijalan harus pintar2 ngerem, ngegas, nyalib, berhenti sebentar dll. Tujuannya, sampai tujuan dengan selamat 😀