Hentikan Celaan Itu!

Belakangan ini saya semakin gelisah. Gerah. Terganggu. Marah.

Seperti autisme seolah menjadi tren (Tren momok, tren kekhawatiran. Hype. Histeria.), tampaknya berkembang pula gaya mencela dengan kata 'autis'.

"Dasar autis, lo!" "Ih, dia emang rada-rada autis!"

Atau:

"Karena saya agak autis, saya terlalu asyik pada diri sendiri, jadi…"

Tak hanya lokal, rupanya. Bahkan di Amerika, seorang pejabat bisa mencela lawan politiknya dengan kekasaran humor autisme ini.

Bagi saya, celaan ini sungguh tak lucu! Sekalipun yang dicela tidak merasa terhina.

Tak terpikirkankah jika di sekitar anda ada orangtua yang anaknya menyandang autisme? Bagaimana rasanya jika kesulitan anda (dan keluarga) dijadikan bahan celaan-tapi-humor ™ (dapet frase baru nih, saya) oleh orang lain?

Selain mencela, saya perhatikan tak sedikit pula orang yang 'mendiagnosa' dirinya sendiri sebagai penyandang autis. Dasarnya? Terlalu asyik pada diri sendiri. Kurang sosial/bergaul. Kurang suka melakukan kontak mata dengan orang lain.

Tidaklah cukup untuk mengatakan seseorang sebagai penyandang autis hanya dengan ciri-ciri seperti itu. (Lihat rangkaian tulisan bu Julia di Ciri-ciri Autisme dan Gejala Awal Autisme)

Sependek yang saya tahu, seorang penyandang autis kecil kemungkinannya menyadari bahwa ia adalah autis, sampai ada orang lain -dengan perangkat diagnosa tertentu- memberitahunya bahwa ia autis. (CMIIW)

Selain itu, pembawaan seorang penyandang autis sudah terlihat 'berbeda' sejak kecil. Jadi sangat kecil kemungkinan: keluarganya tidak menyadari kelainan ini. Maksud saya, kalau keluarganya sudah menyadari sejak awal, ia tidak akan menerima perlakuan seperti anak 'biasa' sehingga bisa mengucapkan "Saya agak autis" dengan gaya 'orang biasa'.

Ungkapan "Saya agak autis" itu seperti berkata "Saya agak hamil". Tidak mungkin 'agak'. Ya atau tidak. Itu saja, walaupun autisme sendiri adalah sebuah kelainan yang memiliki rentang variasi kasus yang cukup lebar. Karenanya disebut spectrum disorder.

Pada mulanya saya ingin bertanya, mengapa perbedaan harus tidak nampak atau disamarkan? Autis juga manusia yang berhak hidup dengan segala keberbedaannya, menjadi autis bukanlah penderitaan, sebagaimana orang-orang menyebut autis sebagai penyandang autisme atau penderita autisme. Autisme bagi saya adalah pilihan cara memandang hidup, dan cara menjalani hidup.

Dari Puterakembara

Demikian pengakuan seorang penyandang autis dewasa. Bagaimanapun mereka menerima keadaannya dan tidak menganggapnya sebagai suatu masalah, adalah bukan hak kita untuk menjadikannya bahan guyon!

HENTIKAN CELAAN ITU !

25 Comments

  1. manusiasuper

    December 14, 2006 at 4:33 pm

    Astagfirullah (Sok alim..)

    Saya sering ngaku (sok) autis mba… Maaf ya, baru nyadar pas baca posting ini. Its not that funny ya…

    Mulai sekarang belajar merubah mindset neh…

    “Jangan menilai seseorang dari sesuatu yang di luar kuasanya untuk merubah…”

  2. Eep

    December 14, 2006 at 11:17 pm

    Seandainya orang tahu bagaimana penderitaan anak autis.., tidak akan ada yang sengaja menjadikannya celaan..
    saya melihat sendiri di yayasan bianglala nanda.., bagaimana seorang anak penderita autis yang terlahir dari seorang tukang becak..

    ya.., di abad serba hedonis ini.., mencela dengan penderitaan orang lain menjadi hal yang bahkan jadi fun…

    tidak lama lagi…., anda semua akan membaca bagaimana penderitaan anak-anak autis tersebut, lewat sebuah situs/blog yang sedang saya bangun..

  3. ambar

    December 15, 2006 at 5:04 am

    Saya juga ngg ngerti knp autism bisa menjadi ‘trend’ untuk kata slank (maaf kalau saya salah). Itu bukan hal yang lucu. Dan lucu bukan hal yang keren.

  4. buchin

    December 15, 2006 at 5:27 am

    Mbak Lita ini memang selalu “mengajak” pembacanya untuk “menikmati” emosi yang disasmpaikan di tulisannya. Saya jadi terbakar Mbak, hehehe.

  5. Lita

    December 15, 2006 at 7:31 am

    ManusiaSuper
    Aow, ada yang ‘kejitak’ rupanya.
    Ganti pake istilah lain aja, deh. Ganteng, misalnya? 🙂

    Eep
    Saya tunggu, om, blognya. Bikin pengumuman ya kalau sudah jadi.

    Ambar
    Ntar Slank ngambek lho, mbak :p
    Iya, gak keren banget gak sih?

    Buchin
    Iya pak, saya memang ‘panasan’ hehehe…

  6. iney

    December 15, 2006 at 10:06 am

    ya, hentikan !
    saatnya kembali pada suara hati..
    agar tidak ada lagi cela mencela di dunia ini.
    enough.

  7. fatimah

    December 15, 2006 at 4:06 pm

    ho..gitu ya. blm pernah denger 😀

  8. fitri mohan

    December 16, 2006 at 1:00 am

    aku dulu suka dikatain autis lho sama temen-temen sekantor. aku sih cuek aja. tapi nanti aku forward ya postingan ini ke mereka. biar mereka tau kalau celaan mereka selama ini nggak sensitif terhadap autisme. 🙂

  9. Lita

    December 16, 2006 at 7:59 am

    Iney
    Kadang celaan sedap sebagai bumbu. Tapi celaan akan kekurangan/ketidakmampuan fisik orang lain adalah yang paling rendah tingkat kreativitasnya :p

    Fatimah
    Secara langsung, aku juga belum pernah ‘dengar’. Sebatas baca :p Untungnya gak muncul di TV. Bisa dikecam sama para yayasan autisme.

    Fitri
    *nyengir doang*
    Eh ternyata ada korbannya. Kenapa sih, mbak? Pernah dibilangin gak alasannya?

  10. nYam

    December 18, 2006 at 11:15 am

    iya deh…saya stop. si itu ga autis ko, cuma cuek ama lingkungan ajah

    *teringat mantan teman kos*

  11. Amd

    December 19, 2006 at 11:37 am

    Dulu saya juga punya murid, pinter banget tapi autis yang orang tuanya dokter kenamaan. Bapaknya sampai minta izin khusus dan permakluman dari sekolah (maklum sekolah di sekolah favorit)kalau anak mereka rada ‘beda’.

    Waktu itu saya ingat dia seakan ndak perhatian kalo saya ngajar, tapi setiap ditanya jawabnya bagus dan benar aja, walaupun kalau mengungkapkan pendapat dia rada kesusahan. Yang paling saya ndak bisa lupa, tiap pulangan dia nyetop saya, terus nanya arti-arti kata dalam Bahasa Inggris, taunya malah nyerempet ke Bahasa Jerman, Itali, Yunani dll… Multilingual rupanya, pantas dia ikut les Bahasa Arab juga.

    Terakhir saya lihat dia pas berdiskusi membahas mau kuliah di mana, UGM apa UI gitu sama guru Kimia. Anak autis ternyata kecerdasannya bisa sangat jauh di atas anak rata-rata ya?

    Thanks atas postingnya yang mencerahkan. Masih banyak yang menyalahgunakan Autisme sebagai bahan olok-olok.

  12. fenfen

    December 28, 2006 at 8:54 am

    saya pernah bertemu dengan anak autis, mereka bukan orang cacat, mereka bukan orang yang hina, mereka hanya seorang manusia yang membutuhkan perlakuan “khusus”. Ada seorang ibu yang harus keluar dari pekerjaannya, kehilangan karir yang sudah sekian tahu dirintis demi memberi perhatian “khusus” pada putra/putrinya. ternyata setelah diberikan perhatian “khusus” mereka mampu melampaui teman2nya yang biasa2 saja. Itulah kuasa Allah, diberi setiap kesulitan disertai 2 kemudahan.

    Mari kita hormati orang tua yang sedang berjuang memberikan perhatian “khusus” untuk putra/putrinya, dan mari kita hargai hak hidup adik2 kita yang membutuhkan perhatian “khusus” ini.
    Hentikan celaan “Autis”. Pernahkah kita terpikir…. bagaimana jika celaan itu kemudian benar2 menimpa diri dan keluarga kita????

    Mari kita belajar berempati….. 🙂

  13. Lita

    December 31, 2006 at 10:40 pm

    nYam
    Eh ada tersangka mampir 😀

    Amd
    Saya kira penyandang autis harus bersekolah di sekolah khusus. Ternyata bisa di sekolah umum, ya?

    Tentang kecerdasan. Ya, bisa begitu. Walaupun -dari informasi beberapa tulisan para dokter- tidak selalu ada hubungannya.

    Maksudnya, autis tidak ekivalen dengan kecerdasan. Dan autis tidak pula ekivalen dengan idiot. Cara yang berbeda dalam mengolah informasi dan perkembangan interaksi sosial, itu saja. Begitu katanya 🙂

    Fenfen
    Saya percaya bahwa semua anak punya kemampuan unik sendiri yang bisa berkembang apabila diberikan perhatian yang tepat. Tidak hanya khusus atau luar biasa, yang -sayangnya- sering kita salahpahami sebagai kebutuhan anak yang ‘tidak biasa’ saja.

    Di luar itu, saya juga percaya bahwa kesulitan tidak datang sendirian. Betapa bahagia dan beruntungnya yang bisa melihat ‘tamu’ yang menemani kesulitan itu. Mereka lebih sulit terlihat sih 🙂

    Terimakasih sharingnya, mbak Fen.

  14. devi as itsuki

    May 23, 2007 at 12:13 pm

    pertama…selamat…blognya tambah keren ajah…
    Hmmm…saya termasuk silent admirer buat blognya ‘mbak’ (taunya dari blognya bintangtauladan).selama ni hanya liat dari jauh ajah, gak iqt komen2..
    Tapi salut ma tulisannya mbak…
    seandainya semua ibu rumah tangga kayak gini… generasi penerus inyaallah terjamin yah…

  15. rizho

    September 26, 2007 at 12:07 pm

    uaaaduh baru denger jg neh ada celaan pake2 kata “autis”….maybe mrk ngg ngerti kali’ ya artinya “autis”…. dan mrk ngg ngerasain….anak saya yg ketiga usianya 3,5th didiagnosa dokter punya ciri2 anak “autisme”…dia skgr lg sekolah d sekolah anak2 dg kebutuhan khusus, kalo saya lg ngantar dia sekolah trus ngeliat anak2 autisme yg laen yg lg belajar rasanya…ngg tega banget……krn sekolah mrk beda dgn sekolah reguler.

  16. eveline& autism

    October 12, 2007 at 1:13 pm

    Iya nih, kaget juga denger Dian Sastro ngomong begini di infotainment: “Aku lagi dijulukin autis sama temen2ku”, dst, sewaktu dia sedang bikin skripsi shg jarang ke luar.
    —> padahal definisi autisme gak se-simple itu.

    Kalau mau tau lebih banyak, boleh baca2 website (lengkap banget), punya seorang teman : http://www.puterakembara.org

    Baru tau ternyata autis udah jadi slank baru krn autisme udah nge-trend.

    FYI, katanya di Jepang skrg ini 1 : 86 anak. Artinya 1 dari 86 anak. Haduh, makin banyak aja ya…

    Salam, Eve (ortu dari Gerard, autis berat, 13 1/2 thn)

  17. Lita

    October 12, 2007 at 2:15 pm

    Devi
    Terimakasih, sudah mampir dan baca-baca di sini. Ngga wajib komentar, kok. Senang sekali kalau tulisan saya bisa membantu, sekecil apapun 🙂
    Seandainya semua ibu rumahtangga lebih pintar daripada saya, nah itu baru bagus mbak hehehe…
    Salam kenal, ya.

    Rizho
    Simplistik aja, pak. Dikiranya kalau hobi mojok dan kurang sosial lalu gampang dilabel autis, kali :p
    Semoga anaknya tumbuh mandiri ya, pak. Titip salam semangat untuknya.

    Eve
    Terimakasih, mom Gerard. Saya sudah beberapa kali main ke PuteraKembara 🙂
    Tetap semangat, ya. Titip peluk-cium untuk Gerard.

  18. eveline& autism

    October 14, 2007 at 9:06 pm

    Aduh, makasih pisan, Lita… 🙂

  19. syahrir a

    February 22, 2008 at 9:29 am

    Saya orang tua dengan anak penyandang autis, memang pernyataan seperti itu sering terdengar, bahkan justru di lingkungan penyandang itu sendiri, hal itu lebih menyakitkan lagi kalau dengar.
    Untuk orang-orang yang tidak dekat di lingkungan dengan anak penderita autis mungkin terdengar biasa saja, tetapi bagi kami tatapan mata menyelidik yang ditujukan kepada anak kami hal itu sangat menyakitkan.
    Memangnya dunia ini hanya untuk mereka yang “normal” saja, pada kenyataan yang normal perilakunya lebih tidak terpuji lagi, thanks

  20. kardi

    March 15, 2008 at 10:35 pm

    Mungkin mereka tidak merasakan bagaimana rasanya jadi orang tua penyandang autis, coba rasakan seumpama anak anda bodoh di sekolah terus anda dipanggil guru kelasnya dan guru itu bilang anak anda bodoh kira -kira apa yang rasakan pertama kali di hati anda. itu belum seberapa

  21. Fika

    May 20, 2009 at 12:40 pm

    Hmm…
    saya adalah salah satu ronag yg sering menggunakan kata ini untuk bercanda..
    Really.. sempt kaget ktika temen saya ngomel n kasih link k sini..
    well.. have tos ay, the whole post is correct! Knp kita manjadikan hal yg merupakan penderitaan bagi ronag lain sebagai guyo ya?
    GOD.. I wa so wrong… Smoga bisa menghilangkan kbiasaan ini ya…
    Thank you by the way

  22. bunda.hasna

    July 23, 2009 at 8:53 pm

    mba aku sebarin ke temen2 ku ya, supaya pada tau…
    aku juga ga ngerti kenapa autis dijadiin becandaan, ga lucu padahal 🙁

  23. genek

    July 15, 2010 at 8:12 pm

    Ini persis dengan yang saya alami ,.. sejak kecil
    saya penderita buta warna ,.. selalu di lecehkan sejak SD hingga saya kerja ,..
    menjadi bahan tertawaan di semua Lingkungan bahkan di akademi
    semoga semua menjadi tahu ,……….

  24. david

    July 20, 2010 at 11:14 am

    ada kisah menarik tentang penderita autis yang menjadi profesor di US, namanya Temple Grandin, kisahnya bisa dibaca di wikipedia juga ada film tentang beliau dengan judul Temple Grandin

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.