Mogok Makan

Bermula di hari Minggu, ketika mbah putri memasak sop kacang merah (dengan daging dan wortel) dan ternyata Daud tidak suka. Hari itu dia hanya mau makan sereal (plus susu) dan sedikit roti. Nasi sama sekali tidak mau. Kentang ditolak. Ah, sedang malas makan. Ya sudah. Tidak dipaksa.

Hari Senin, nyaris tidak ada makanan bergizi yang mau dimasukkan ke mulutnya. Kerupuk, beberapa butir sereal, seperempat keping biskuit, 3 sendok bubur ayam. Hanya itu. Selebihnya susu sapi dan ASI.

Mau naik kursi, ngga kuat. Nangis. "Ya iya lah ngga kuat, ngga makan mana ada tenaganya?", kataku. "Bunda tidak mau bantu. Daud harus naik sendiri." lanjutku dengan 'kejam'. Hari itu dihabiskan dengan banyak tangis. Usahanya untuk bermain banyak yang gagal.

Malamnya tidur dengan gelisah. Sering sekali minta ASI. Bunda tidur tak tenang juga. Karena disedot lebih sering, jatah makanan bunda terambil. Bunda terbangun dinihari dalam keadaan lapaaaaarrr…

Hari Selasa pagi, masih tak mau makan. Dibuatkan alpukat plus susu, mau sedikit. Main sambil ngomel-ngomel. Marah-marah tak sabaran, tak jelas juga maunya apa. Tak ada isyarat, tak ada kata, yang ada cuma rengekan. Karena jengkel, buntutnya nangis. Tak ada penawarnya. "Yuk mandi saja, bawa bola dan mobilnya."

Habis mandi minta ASI. Toleransi bunda habis. "Tidak ada susu! Daud harus makan kalau tidak mau lapar", bunda mengultimatum. "Terserah kalau Daud tidak mau makan. Tapi kalau perut Daud sakit dan Daud tidak kuat main, jangan nangis! Itu risiko dari pilihanmu". Tangis lagi. "Bunda ambilkan makan, ya?", tidak ada jawaban selain tangis.

Penonton boleh bilang bunda kejam. Bunda tidak realistis, mana bisa omongan sesulit itu bisa dicerna Daud yang baru 1,5 tahun? Anda mau tahu kelanjutannya?

"Daud makan, ya. Aaa…", bunda menyuapkan nasi dan suiran daging ayam. Daud membuka mulut, mengunyah pelan-pelan, lalu menelan. Tidak minta diteruskan, tapi juga tidak menolak tawaran suapan berikutnya. Beberapa suap masuk dengan sukses. Sisanya ditolak. Ya sudah, toh tadi sempat ada alpukat dan susu yang masuk.

Moral of the story? Jika anda adalah orangtuanya, maka bertindaklah sebagai orangtua. Kata orang lain tega itu urusan mereka. Anda yang lebih kenal anak anda sendiri. Dengan mengajarinya 'sebab-akibat', mereka akan belajar menerima tanggungjawab.

Dan tidak ada susu sampai makan dihabiskan. Titik. 

14 Comments

  1. Rara

    March 20, 2007 at 11:23 am

    Hehehe.. bunda lita ga kejam ko tapi tegas dan sepertinya sejak dini anak perlu diberi ketegasan tentang resiko dan sebab akibat. Bravo bunda!! 😀

  2. danu

    March 20, 2007 at 11:55 am

    setuju bunda. buat kami (sayah+istri) gak soal dibilang kejam. yang lebih tahu anak sendiri kan ya orang tuanya. waktu nanda masih kecil, tetangga ada aja yg komentar macam2. tapi cueklah. kalo giliran kenapa2 kan ortunya juga yg kudu tanggung jawab. tetangga kan cuma omong2an doang.

  3. arie mega

    March 20, 2007 at 1:05 pm

    hi..salam kenal..
    emang gitu yah kalo menyapih anak? harus teges dan sedkit galak..
    kayaknya jangan terlalu keras deh bun.., sapih dengan kasih sayang. kalo masih mau nenen, nenenin sambil dikasih pengertian. gak papa kalo udah nyaris atau 2 tahun.
    saya berhasil disapih sama ibuku umur 2 tahun 3 bulan. malu sendiri,kata ibuku…dan yang terpenting, dalam hati saya, saya tau kalo ibuku tidak mencerabut “kenikmatan” nenen ibu, tempat saya merasa aman.
    saya, jika dikehendaki oleh Allah, pingin kayak ibuku terhadap nayaka…
    udah ah..
    eh, iya, makasih share nya terutama ttg imunisasi..
    intuisi bunda harus jalan disini..

    salam
    arie

  4. ira

    March 20, 2007 at 2:48 pm

    gak bisa komen, soalnya belum ngalamin.
    sekarang lagi perhatiin adilia kok kalo protes minta susu suaranya lebih kenceng ya…? ngambeknya juga lebih kenceng? udah lama gak dimandiin air dingin, belakangan aku paksa air dingin lagi dia jejeritan kenceng…
    abinya gak tega, tapi aku bilang gak apa. apalagi adilia lagi muncul biang keringet, kalo disiram air hangat malah tambah banyak. akhirnya tega gak tega, abinya tetep mandiin pake air dingin. awalnya teriak-teriak nangis kenceng, tapi setelah mainannya mulai dilemparin satu demi satu… baru deh lebih tenang berendem di air dingin

  5. Lita

    March 20, 2007 at 9:35 pm

    Rara
    Wah, disemangati mbak Rara. Terimakasih, mbak. Doakan mogoknya segera selesai, ya. Lama-lama bosen juga nih dicuekin terus tawarannya hehehe…

    Danu
    Ouch, yang itu bener, deh. Ya namanya juga ibu-ibu (dan bapak-bapak), pengen sumbang saran. Kasihan lihat anak nangis. Padahal sebetulnya dari nangis itu dia bisa belajar lebih banyak 🙂

    Arie
    Bunda Nayaka, Daud belum disapih (dihentikan dari menyusu), kok. Dia cuma lagi mogok makan, seperti judulnya. Mingkem aja. Rapet, pet. Karena dia cepat mengenali pola, maka acara ‘kalau ngga mau makan boleh deh minum susu, apa aja asal ada yang masuk’ kami putuskan untuk dihentikan. Ngga sehat.

    ‘Weaning with love’ adalah impian. Makanya aku biarkan Daud masih menyusu, walau diam-diam porsinya dikurangi, untuk memberi jatah yang lebih banyak pada makanan, buah, susu, dan air putih.
    Terimakasih kembali, senang bisa berguna 🙂

    Ira
    Hehe… ada sedatifnya ya: mainan. Jamak, deh 😀
    Daud ngga suka mandi air hangat, jadi walaupun udara sedang dingin tetep aja mandi air dingin.
    Ibrahim ngga suka mandi air hangat atau dingin, maunya tengah-tengah. Ah… namanya juga anak-anak hihihi.
    Ngambek lebih kenceng? Belajar dari pengalaman kali, ya. Makin kenceng, makin cepet reaksi dari orang-orang 😉

  6. fertob

    March 20, 2007 at 10:20 pm

    Ada yang bilang ibu itu “penegak disiplin”(*) di rumah sedangkan ayah “tempat bermain-main”

    Baca cerita diatas jadi benar anggapan itu…. 🙂

    (*) selain sedatif tentunya ya mbak ?

  7. iway

    March 21, 2007 at 9:04 am

    anyway, mulai umur berapa sih bayi boleh dimandiin pake air dingin?? makasih

  8. cakmoki

    March 21, 2007 at 5:30 pm

    Omong-omong soal sebab akibat, apa sudah ditelusuri kenapa Daud mogok makan ?

  9. Lita

    March 21, 2007 at 10:26 pm

    Fertob
    Tergantung kebijakan tiap keluarga kali, ya. Saya dan suami sama saja. Sudah janjian untuk kompak. Satu bilang ‘tidak’, yang lain juga bilang ‘tidak’. Jadi kalau ‘lari’ dari saya dan berharap dapat respon berlawanan dari ayahnya, “Lupakan saja, nak. Bunda tidak membolehkan, karena… [penjelasan]”. Tentu saja gantian. Kalau saya kebagian peran marah, suami kebagian peluk dan tepuk-tepuk punggung anak. Dan sebaliknya 🙂

    Sedatif? Hoho… ibunya ngga mandi pun anak tetep menikmati digendong dan disusui. Tak ada tanding di dunia. Bau ibu adalah bau paling enak dan menenangkan hehehe…

    Iway
    Saya belum pernah lihat ada bahasan resminya. Pakai intuisi saja. Kalau anak kelihatan tidak kaget lagi ketika terciprat air dingin, mungkin tiba saatnya untuk mengajari mandi air dingin. Porsinya dimulai dari coba-coba, mirip diajar berenang. Awalnya kaki dulu, lama-lama nyemplung hehehe…

    Cak Moki
    Sudah saya suruh mangap, pegang sana-sini, ndak ketemu juga penampakan yang tidak biasa. Emang lagi males aja kali. Dulu sebelum 1 tahun pernah begitu. Ya gitu aja. Karena tidak ada pilihan lain, ya ASI thok. Dan setelah beberapa hari, tiba-tiba mau makan. Gitu aja. Entahlah 😀

    Mungkin ada faktor keturunan juga ya? Kata ibu, saya waktu kecil susah makan. Sudah diperiksakan, dibuatkan ini-itu, dicekoki jamu segala, tetep susah makan. Lama-lama bosen, lalu didiamkan saja sama ibu. Kalau lapar ya makan juga sih :p

    Dengan pikiran itu, saya mencoba memahami krucil dua ini yang kadang malas makan. Saya ndak boleh protes, lha wong dulu juga gitu.

    Sampai sore ini, kalau Daud minta susu (sapi atau ASI) karena lapar (kelihatan dari gerak-geriknya), tidak saya berikan. Lama-lama makanan yang saya tawarkan mau dimakan juga. Daripada kelaparan, gitu kali ye hehe… Habis makan (dan setelah minum air putih), saya beri susu sebagai ‘hadiah’. Plus senyum manis (setengah haru) 🙂

  10. Aswad

    March 27, 2007 at 4:55 pm

    Mungkin Daud ingin menu baru. Sea food misalnya…. :))

    1. Lita

      April 3, 2007 at 10:34 am

      Sea food mah ngga baru, mas. Dia emang doyan, itu favoritnya. Tapi gak mau juga tuh.
      Saat itu. Sekarang sudah lupa sama mogoknya, sampai kami yang harus membatasi makannya. Masa baru selesai makan besar sudah minta camilan? Wah! Tunda dulu, nanti sejam lagi ya, nak. Mau pisang, biskuit, atau yogurt? 😀

  11. umina

    December 21, 2007 at 11:47 am

    mungkin bukan kejam mba lit…..diganti dunk bahasanya biar lebih etis…umina lebih setuju dg bahasa TEGAS ..orang tua memang kadang harus tegas.how about mba? agree? hehhehe..

  12. umina

    December 21, 2007 at 11:51 am

    kl pengalamanku..kl bocah2 lagi mogok makan,aku ajak makan diluar rumah..kaya piknik..sambil ngobrol ngalor ngidul..liat mobil..atau nasinya dibikin bola bola trus bikin siaran olahraga sendiri..’umi nendang bola.. yak..disitu ada labib ada umar di kiper..ditendang kanan…masuk ke gawang labib..gool..)*masuk deh satu ke mulut labib* cuma emang abis acara makan,mulut umina berbusa.. *ternyata jadi komentator bola ngga gampang…*

    1. Lita

      December 21, 2007 at 11:58 am

      Ngga mempan, mbak. Tawaran segala bentuk itu sudah melibatkan acara segala macam juga.

      Tegas, itu kataku. Kejam, kata orangtua lain yang ngga tega dan memilih jalan lain: suplemen, susu/makanan cair, apapun asal ada yang masuk 🙂 Karena persepsi ngga sama, bisa aja toh? Lagipula di sudut hati juga saya merasa sedikit kejam (tega) 🙂

Leave a Reply to umina Cancel

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.