Bermula dari Pemimpin: Kita
Adil, memang bukan sama rata. Adil adalah menempatkan sesuatu pada porsinya. Sesuai yang seharusnya. Saya bukan orang yang paling adil di dunia. Tapi untuk hal sederhana, saya yakin saya punya hak bicara.
Di kelas, pada topik belajar Kesetimbangan, saya sering mengandaikan bahwa seimbang adalah sama, seperti timbangan, sedangkan setimbang adalah seperti waris. Tidak sama, tapi adil, menurut kewajiban yang dibebankan pada penerimanya.
Jika kita pemimpin, kita harus dapat menempatkan diri dan memilah kapan untuk bersikap sama rata, dan kapan harus ‘sesuai kasusnya’. Jika kasusnya sama, dan tidak ada kejadian khusus yang mengecualikannya, peraturan harus ditetapkan sama untuk siapa saja. Jika terlambat, berlaku aturan yang sama. Satu ditegur, yang lain juga harus ditegur. Terlepas dari yang satu adalah kawan dekat dan yang lain adalah orang yang tidak kita suka.
Dalam dunia kerja, sikap seperti ini dinamakan profesional. Perlakuan dan keputusan tidak didasarkan pada suka atau tidak suka terhadap orang lain. Apalagi jika kita adalah pemimpin. Tekanan untuk berlaku adil terhadap yang dipimpin jauh lebih besar daripada ‘bawahan’nya. Karena sebagai pemimpin, di pundaknyalah terletak beban untuk menjadi contoh, yang akan ditiru oleh ‘rakyat’nya.
Dan adil adalah syarat pertama dalam menjalankan kegiatan keseharian. Dasar hubungan antara satu dengan lainnya. Jadi, jika seorang pemimpin tidak berlaku adil, apa lagi yang dapat diharapkan oleh yang dipimpin?
Kalau dengan bapak negara kita, jika untuk urusan keadilan saja beliau hanya berkomentar “Saya prihatin”, bagaimana warganya tidak merasa negara berjalan dalam mode ‘auto pilot’?
Ah, anda dan saya tahu, bahwa urusan adil ini bukan urusan kepala negara semata. Ini adalah untuk semua orang. Di keseharian kita. Di keluarga, tempat kerja, dan yang terpenting adalah di diri kita. Karena dari sini semua berasal.
Leave a Reply