“Walikotanya Buat Jakarta Saja, Ya!”

Dulu, waktu ke Solo setelah beberapa waktu tidak ke sana, terkesan dengan perubahan kotanya. Cantik dan rapi. Lebih teratur dan bersih. Ada mall baru, tapi tidak bertumbuhan seperti jamur layaknya di Jakarta. Ada apartemen juga, tapi tidak banyak. Cukup adanya, sehingga saya bisa melontar komentar, “Gaul banget!”.

Lalu ayah mertua bercerita tentang pasar yang dipindah. Bagaimana proses pemindahannya, yang tidak pakai gusur-gusuran paksa dengan bantuan Pamong Praja. Saya terperangah, “Eh?? Keren banget! Mau dong walikotanya buat Jakarta aja!” Beliau hanya tertawa saja waktu itu. Dan aku meringis, “Wishful thinking. Yeah I know.”

Dan tak kusembunyikan terperangah, waktu pak walikota yang dengan canda kuminta dari warga Solo itu betul-betul didatangkan ke Jakarta untuk bertanding di Pilkada. Hastagah, bapak! Saya minta bapak lho dulu.

Kaya begini tho orangnya? Nggak nyangka, blas! Ngga ada potongan perlente pejabat. Kalau tidak karena foto yang beredar dan kemeja kotak-kotaknya, saya tidak akan langsung mengenali pak Joko Widodo yang diundang ke acara buka bersama alumni ITB tadi malam. Melihat dari dekat, aku langsung paham kenapa orang ini ramai diperbincangkan. Sosoknya ‘baru’. Ndeso!

Itu bukan ledekan atau hinaan. Dengan jabatan walikota dan pujian yang berdatangan tentang keberhasilannya di Solo, masuknya nama beliau sebagai salah satu walikota terbaik dunia, naik dari pedagang hingga calon gubernur ibukota negeri, beliau ya begitu-begitu saja. Biasa saja. Sungguh ke-ndeso-an yang aku kagumi. Mungkin karena aku yang orang kota dan sudah bosan dengan pulasan manis, penghargaan terhadap jabatan & penghormatan berupa kelayakan fasilitas.

Pak, bagaimanapun hasil Pilkada nanti, saya mohon, tetaplah sederhana ya, pak. Tetap lucu dengan kepolosan & senyum bapak yang tidak dipaksakan. Pak, saya memang pernah berharap (minta, sebetulnya) bapak akan dapat memimpin Jakarta dan memperbaiki carut marut di sini. Tapi saya juga sadar, semua butuh waktu. Proses, yang dapat menyakitkan dan tampak suram. Saya mohon, bapak tetap mau mendengar seperti bapak mau mendengar, melayani & menyuguhi warga Solo yang mendatangi kantor bapak. Ya ampun pak, mana ada orang demo dikasih suguhan snack. Bapak ini ada-ada saja. Bapak doang yang iseng begitu. Dan keisengan bapak merebut keharuan saya.

Semoga yang terbaik untuk bapak.

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.