Teh dan Perasaan

Aku penyuka teh. Bukan pecinta teh yang serius dan pandai membedakan rasa serta pemilih. Sekadar sangat suka teh. Mungkin bisa dibilang ‘ngga mainstream’ di antara teman-teman yang suka kopi. Aku suka bau kopi, tapi tidak suka minum kopi. Biasanya perut bereaksi kalau minum kopi, entah perih atau mulas. Dan jadi sering pipis. Kadang-kadang minum, sekadar iseng kalau sedang nongkrong (duile nongkrong…). Tapi ya begitu saja. Tidak disengajakan cari, karena bukan penggemar dan tidak punya kebutuhan terhadap kopi.

Tinggal di negara yang punya tradisi minum teh, senang juga sih. Teh Jepang enak? Enak. Gurih. Tidak untuk ditambahi gula. Waktu pertama sampai di sini dan minum teh sempat bingung. Karena tehnya (hijau atau coklat) tawar atau pahit semua. Kalau kamu suka teh hijau botolan yang ada di Indonesia, nah… bukan itu 😀

Ada teh yang ngga enak? Ada teh yang aku ngga suka. Oolong. Kaget dan kapok 😀 Pahit, rasanya pekat dan melekat. Katanya sih memang teh ini bagus untuk diminum setelah makan daging, bisa menghilangkan rasa yang kuat. Iya sih, karena rasa tehnya juga kuat…

Ada teh yang populer di musim tertentu. Misalnya musim panas. Teh barley biasanya dianjurkan untuk menghilangkan haus dan rasa panas tubuh. Buatku, rasa teh ini seperti… sesuatu yang gosong :p Ngga suka, tapi ngga benci juga. Biasa aja. Aku tidak punya kelekatan pada teh Jepang.

Beda soal dengan teh Indonesia. Khususnya teh Gopek. Ingat mulai suka teh itu zaman kuliah. Untuk mengusir dingin, minuman hangat selalu enak. Yang mudah ya teh. Favorit saat itu teh Sosro dan teh cap Botol. Kalau uang saku sedang tipis ya teh celup Sosro yang wadah merah, yang kalau diseduh warnanya jadi coklat pekat. Kalau uang saku sedang agak longgar ya teh celup Sosro yang premium, wadahnya motif batik. Aku suka teh melati. Mungkin karena kebiasaan ibu dulu di rumah sedianya teh melati. Kadang kalau sedang jadi panitia acara kampus, bisa minum teh yang disediakan untuk peserta, biasanya teh Tong Tji. Buatku saat itu teh Tong Tji ini mewah hehe…

Sepertinya persediaan teh beralih ke Tong Tji saat aku mulai bekerja. Tong Tji celup. Iya, teh celup memang bukan teh kualitas terbaik. Tidak terlalu peduli dengan itu. Lebih pilih praktisnya saja. Karena cenderung ceroboh, pakai teh celup ketimbang daun teh juga risiko tumpahnya daun teh sedikit. Tetap ada lho, ketika kantung teh celup sobek 😀 Sudah praktis saja masih begitu.

Beberapa tahun belakangan, sejak ketemu teh Gopek di suatu pasar swalayan, pindah minat ke teh celup Gopek. Walaupun beli teh daun, tetap saja yang bolak-balik diraih itu teh celup. Saat berangkat ke Jepang, yang dipikirin itu bukan bawa mi instan, tapi teh. “Ngapain bawa teh ke negara teh?” Hmm…

Jawaban lugasnya muncul ketika teman mengomentari saya yang sedang menyeduh teh. “Lita, kalau kamu bikin teh, harumnya seperti ‘kampung halaman’. Jadi pengen… ” Tentunya ini ujaran orang Indonesia, ya. Tapi ini alasanku selalu minta bawakan teh Gopek kalau ada yang bisa dititipi. Bahkan ketika ibu ke sini November lalu.

“Sebentar lagi juga pulang!” Bukan sekadar kangen… Teh ini semacam penjaga kewarasan. Saat suntuk, sedih, buntu, sebal… minum teh buatku jadi saluran emosi (selain menangis hahaha…). Semacam sumbat. Yang bisa dipakai menutup dan membuka. Pengingat pijakan. Bahwa bagaimanapun rasanya yang sedang dialami saat ini, pasti akan berlalu dan nantinya akan baik-baik saja. Bahwa ada orang-orang yang sayang, mendukung, dan menunggu aku pulang. Karena dalam harum teh ada kenangan yang membawaku sampai ke sini…

Oke, cukup. Nanti makin mewek.

Iya iya, ini sentimental sekali. Dibilang lebay juga ndak papa. Karena saya biasanya juga merasa begitu kalau melihat orang yang seolah kalau tidak ada kopi maka dunianya berhenti berfungsi. Jika kopi dikaitkan dengan fungsional, maka buatku teh itu dikaitkan dengan perasaan. Well, we’re on the same boat, just different version 😀

Maka tidak akan aneh jika setiap aku menulis, segelas teh hangat akan menemani. Seperti sekarang 🙂

7 Comments

  1. cK

    January 16, 2017 at 3:17 pm

    Teh Prendjak favoritkuuuuuu!

    1. Lita

      January 16, 2017 at 3:47 pm

      Ntar pulang coba ah…

  2. Dina Mardiana

    April 28, 2017 at 12:33 pm

    Teh Tong Tji favorit sejak zaman almarhumah Mbah masih hidup 😀

  3. ERNA ROFIKA

    October 27, 2018 at 4:57 pm

    Mantab! Lain kali bakal dicoba deh.

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.