Istilah Rancu di Dunia Kosmetik

Iseng-iseng berhadiah, saya mengulik-ulik arsip FDA tentang kosmetika. Dan saya dibuat tercengang oleh beberapa di antaranya. Betapa lugunya saya!

Berikut adalah beberapa istilah yang (mungkin) sudah umum dikenal konsumen, tapi tahukah anda apa yang dimaksud?

Kosmetik

Ini tentu yang paling penting, karena menjadi subyek pembicaraan. Menurut Sec. 201(i) FD&C Act, kosmetik adalah:

Produk, terkecuali sabun, yang dimaksudkan (intended) untuk dipaparkan ke tubuh manusia dengan tujuan membersihkan, mempercantik (beautify), meningkatkan daya tarik, atau memperbaiki (alter) penampilan.

Intended sendiri menurut definisi hukumnya adalah penggunaan yang didasarkan/terbatas pada pernyataan/petunjuk pemakaian di label produk. Sedangkan label didefinisikan sebagai informasi yang ditampilkan dalam bentuk tulisan atau gambar.

Jadi, kosmetik hanya boleh mempengaruhi tubuh manusia sebatas fisik, bukan kejiwaan. Lebih jauh lagi, ini berarti kosmetik tidak boleh memberi klaim 'terapi' seperti ditawarkan oleh produk-produk yang mengandung bahan untuk 'terapi aroma/bau-bauan'.

Satu produk lokal beriklan dengan 'membantu mengatasi suasana hati'. Kata 'membantu' ini memperlunak klaim, seperti klaim suplemen 'membantu menjaga daya tahan tubuh'. Harus diperlunak, karena selain obat, tidak boleh memberi klaim yang 'memastikan' hasil.

Ada saat ketika kosmetik juga adalah obat, yaitu:

Ketika produk dimaksudkan untuk membersihkan, mempercantik, atau meningkatkan daya tarik SERTA (as well as) merawat atau mencegah suatu penyakit, atau mempengaruhi struktur atau fungsi manapun dari tubuh manusia.

Definisinya aja udah ribet :p Dan produk ini sudah tentu dalam pengawasan yang setara dengan obat-obatan.

Hypoallergenic

Tidak ada standar atau definisi yang mengatur penggunaan istilah hypoallergenic. Istilah ini bisa berarti APAPUN, sesuai yang diinginkan oleh pembuat produk. Pengertian yang ditawarkan produsen satu bisa berbeda dengan produsen lain.

Istilah tersebut mungkin memiliki nilai pasar tertentu, berkaitan dengan promosi bagi konsumen yang mencari produk dengan risiko pencetus alergi yang rendah. Nyatanya, dermatolog berpendapat istilah tersebut nyaris tak berarti.

Not tested on animals

Banyak bahan mentah yang digunakan kosmetik telah diujikan pada hewan, bertahun-tahun lalu saat bahan tersebut diperkenalkan. Jika hasil ujinya menyatakan bahan tersebut aman dan efektif untuk dipakai manusia, uji -mungkin- tidak perlu digelar lagi. (Kecuali pada saat tertentu, ketika muncul dampak di luar yang telah diketahui, sehingga bahan tersebut perlu diuji ulang)

Kini, produsen kosmetik bisa saja (belum tentu 'pasti' atau 'semua') hanya menggunakan bahan mentah tersebut dan mendasarkan klaim 'not tested on animals' pada fakta bahwa bahan atau produk buatannya SEKARANG tidak diujikan pada hewan.

Ternyata ini masalah grammar saja πŸ˜€

Keren! Begitu dulu pikir saya. Sekarang, ketika saya menjadi lebih skeptis, kalau tidak ke hewan berarti ke manusia dong? Ya, memang begitu kenyataannya.

Diskusi/debat moral tentang uji pada hewan ini terus berlangsung hingga sekarang. Tidak hanya uji produk kosmetik, tapi juga uji obat-obatan. Tidak ada penjelasan yang bisa memperhalus 'penganiayaan terhadap hewan demi kepentingan manusia'.

Bagaimanapun, pandangan seseorang bisa berubah apabila uji pada hewan -yang semula ditentangnya sebagai tindakan amoral- memberikan hasil berupa obat yang dapat menyelamatkan jiwanya. Dan ini benar-benar terjadi. Kita simpan saja bahasan moral ini di lain tempat. Bukan ini topik pembicaraannya πŸ™‚

Alcohol-free

Dalam pelabelan kosmetik, istilah 'alkohol' (jika berdiri sendiri tanpa kata penyerta yang lain) mengacu pada etil alkohol. Produk kosmetik, termasuk yang berlabel alcohol-free, bisa saja mengandung alkohol jenis lain, seperti cetyl, stearyl, cetearyl, atau lanolin alkohol.

Alkohol-alkohol tersebut dikenal sebagai alkohol lemak (fatty alcohols, lemak yang mengandung gugus -OH), dan dampaknya terhadap kulit agak berbeda dibandingkan etil alkohol.

Untuk mencegah etil alkohol dalam suatu produk kosmetik dialihkan secara ilegal dan digunakan sebagai minuman beralkohol, alkohol akan didenaturasi. Alkohol ini ditambahi denaturan yang membuatnya tidak dapat diminum (bisa sih, tapi fatal akibatnya :p ).

Alkohol terdenaturasi ini akan muncul di label 'kandungan' sebagai SD, yaitu specially denaturated. Atau untuk negara-negara Eropa, jenis alkohol terdenaturasi ini akan diberi tambahan keterangan '(alcohol denat.)' di belakangnya. Misalnya SD Alcohol-40 (Alcohol Denat.)

Istilah-istilah kimia memang cenderung menyesatkan yang 'lugu' (baca: melek kimia organik).

Dermatologist/dermatologically tested

Ini hampir mirip dengan 'hypoallergenic'. Pertanyaan yang muncul adalah:

  • Dermatolog yang mana? Independen atau bekerja untuk produsen kosmetik yang bersangkutan?
  • Uji yang dipakai itu uji apa? Apakah sama dengan uji klinis?
  • Hasil ujinya bagaimana? Keamanan, efektivitas, dan buktinya?
  • Dermatolog itu orangnya, dermatologi itu -mungkin- ilmu tentang kulit, lalu dermatologically? Secara dermatologi? Secara keilmuan? Menurut teori? Jadi diujinya dengan teori? Hasilnya teori juga dong ya?

*ini yang paling tidak saya mengerti*

Pernahkah anda perhatikan kalimat yang tertulis dalam huruf-huruf amat kecil (dan muncul hanya dalam waktu singkat di iklan televisi) saat iklan ditayangkan? Di sanalah informasi yang paling 'benar' yang bisa anda harapkan dari iklan.

82% lebih putih, dan berdasarkan penilaian pribadi -kata kalimat dalam huruf kecil itu. Astaga, hebat benar para relawan uji. Bisa menjabarkan penilaian pribadi dalam persen yang tidak 'bulat', tidak seperti '1,5 atau 2 kali' lebih putih πŸ˜€

Yang paling penting, tentu saja bahwa penilaian pribadi belum tentu sejalan dengan bukti ilmiah. Anda bilang 'Saya merasa lebih segar', sementara uji terhadap tubuh anda mengatakan tidak ada yang berubah dari kondisi sebelumnya.

Seperti pernah disinggung sebelumnya, kosmetik tidak melewati standar uji yang sama dengan obat. Karena tidak mutlak bersandar pada prinsip EBM (Evidence Based Medicine) -tentu saja, sebab kosmetik bukan obat- maka bisa diharapkan bahwa kebanyakan uji yang dilakukan bukanlah uji klinis.

Lalu 'uji klinis' seperti apa yang dilakukan oleh produsen yang mengklaim bahwa produk tersebut telah menjalani uji klinis? Saya rasa untuk klaim ini kita hanya dapat percaya dan berbaik sangka, bahwa walaupun tidak diwajibkan, produsen rela berpayah-payah menjalankan uji klinis setara obat yang merepotkan itu. Rela? Oh tentu saja dengan harga produk yang sepadan πŸ™‚

Tulisan tentang klaim ini juga bisa disimak di sini

Sabun (soap)

Siapa sangka kata 'sabun' memiliki penjabaran yang tidak sederhana. FDA mendefinisikan sabun sebagai produk yang mengandung bahan non-volatil (tidak menguap) berupa
garam alkali dari suatu asam lemak.

Klaim yang boleh dibuat oleh sabun hanya untuk membersihkan (cleansing). Sabun 'sejati' -di Amerika Serikat- dipasarkan di bawah aturan Consumer Product Safety Commission (CPSC), bukan FDA, dan tidak memerlukan label 'kandungan' (ingredient).

Pada jaman dahulu (kala, ketika… ) orang-orang membuat sendiri sabun dari lemak hewan dan abu kayu. Masa kini, hanya ada sangat sedikit sabun 'sejati' -sesuai pengertian asalnya- di pasar.

Kebanyakan pembersih tubuh saat ini sebenarnya adalah produk deterjen sintetik (cair maupun padat). Pembersih dengan deterjen ini terkenal karena mudah berbusa dalam air dan tidak membentuk endapan (gummy material, nampak sebagai 'cincin' di mulut saluran pembuangan bathtub). Beberapa produk deterjen ini dipasarkan sebagai 'sabun', tapi tidak dalam pengertian/definisi asli sabun.

Untuk yang bingung, sila simak dulu tulisan yang lalu sebelum meneruskan membaca.

Apabila sebuah produk sabun 'sejati' atau pembersih membuat klaim 'kosmetikal (seperti dijabarkan pada definisi kosmetik)' seperti 'melembapkan' atau 'menghilangkan bau badan', produk ini harus memenuhi syarat standar FDA untuk kosmetik dan labelnya harus mencantumkan semua bahan yang dikandungnya.

Sedangkan jika produk sabun atau pembersih tersebut membuat klaim yang bersifat mengobati -seperti anti bakteri, anti perspirant, anti jerawat, menyembuhkan ketombe-, berarti produk tersebut adalah obat. Dengan begitu labelnya harus memberi keterangan semua bahan aktif yang digunakan dan memenuhi syarat keefektifan, seperti yang berlaku pada setiap produk obat.

Bagaimana mengenali produk sebagai sabun atau bukan? Mudah saja. Apabila suatu produk tidak 'memproklamasikan' diri sebagai sabun, maka mungkin produk tersebut termasuk deterjen sintetik. All that lathers is not soap. Yang busanya melimpah, itu bukan sabun.

Jika anda mengalami iritasi setelah memakai suatu produk pembersih, bisa saja penyebabnya adalah deterjen sintetik yang dikandungnya. Pencetus alergi lainnya adalah parfum, pewarna, atau bahan tambahan lain.

Hehe… ternyata yang saya pakai adalah kosmetik, bukan sabun. Gimana sih Lita, tagline yang dipake aja "D**e bukan sabun"! Hihihi… Iya tau, kirain deterjen doang, bukan kosmetik segala! *ngakak* Tambah parah.

Ah, kita tertipu! Eh, atau hanya saya? Yang ketipu harap ngacung!

Ada kuis sederhana tentang kosmetik. Berani coba?

27 Comments

  1. Dhika

    December 28, 2006 at 4:40 pm

    ni emang artikelnya yg kelewat ribet atau sayanya yg lagi gak dong gara2 koneksi sekarat *kebanyakan ngelamun πŸ™‚
    seperti terpenjara sepi euy… *jadi kayak lagu dan sory kalo oot…

  2. Dhika

    December 28, 2006 at 4:42 pm

    ni emang artikelnya yg kelewat ribet atau sayanya yg lagi gak dong gara2 koneksi sekarat *kebanyakan ngelamun πŸ™‚
    seperti terpenjara sepi euyÒ€¦ *jadi kayak lagu dan sory kalo oot dan sory lagi komen sebelumnya diapus saja, gara2 ganti email dimoderasi…

  3. templank

    December 28, 2006 at 9:42 pm

    hehhe isenk2 berhadiah..? hadiahnya apa mbak? sebuah payung cantik?

  4. Herman Saksono

    December 29, 2006 at 12:25 am

    Not tested on animals

    Ini sebabnya The Body Shop tidak lagi menggunakan slogan “Not Tested on Animal”, dan diganti dengan “Against Animal Testing”, karena kosmetiknya dulu pernah diujikan ke binatang :p

  5. Mbah keman

    December 29, 2006 at 12:42 am

    Masalah kosmetik..menarik ulasanya sayangnya simbah gak pernah tau tentang kosmetik jadi…. ini tambahan informasi yang bagus untuk simbah..

  6. Lita

    December 29, 2006 at 7:38 am

    Dhika
    Ah, itu perasaan Dhika saja yang lagi nglangut gara-gara koneksi internetnya terkapar.
    *bela diri*

    Lagi iseng amat ganti e-mail. Terlanjur dilepas dari moderasi sebelum lihat ada komentar Dhika selanjutnya. Biarin aja lah, biar keliatan komentarnya banyak.
    *ngakak, gak mo rugi*

    Templank
    Hadiahnya ya artikel ini buat sampeyan sekalian. Kalau ndak berhadiah, salinan arsipnya ngendon di harddisk saya aja ndak ke mana-mana. πŸ™‚
    *mode pelit*

    Momon
    Ooooohhh…. jadi dulu dia pake slogan itu juga?
    Curang ya. Karena sekarang udah ngga dikasi ke hewan lagi, dia bisa koar-koar ‘against animal testing’ πŸ˜†

    Mbah keman
    Di-print aja buat cucu perempuannya, mbah. Pasti tertarik, deh :mrgreen:

  7. Ketty

    December 29, 2006 at 10:11 am

    Terinspirasi gara-gara tanggapan saya ya…HIHIHI ..”ekspresi narsis yang memuncak”

  8. Lita

    December 29, 2006 at 11:01 am

    Ahem…
    Aduh maaf ya mengecewakan mbak Ketty.
    Terinspirasinya oleh pertanyaan mbak Yanti tuh.
    Yaa… untuk bagian ‘safety’nya, boleh lah diinspirasi mbak Ketty.
    *kalem* :mrgreen:

  9. Luthfi

    December 29, 2006 at 2:48 pm

    Duh, ketipu … tapi cuman sebagian :-), padahal yang gak ketipu cuman sabun doanks πŸ˜€

    Ya alloh, berikanlah hambaMu ini akses internet yang gak lemmot …..

    *Di saat internet lagi lemot2nya, kok ya masih ada situs yang bisa dibuka*

  10. wadehel

    December 29, 2006 at 3:39 pm

    Waaah… hidup semakin mengerikan aja nih :((

    Terlalu banyak informasi… Arrrrgh!!!
    *Terkapar, berbusa…*

  11. Herman Saksono

    December 29, 2006 at 4:50 pm

    OoooohhhÒ€¦. jadi dulu dia pake slogan itu juga?
    Curang ya. Karena sekarang udah ngga dikasi ke hewan lagi, dia bisa koar-koar Γ’β‚¬Λœagainst animal testingÒ€ℒ

    Iya mbak. Dulu katanya slogan utama mereka itu ‘Not Tested On Animal.” Ditulis gede-gede, pake warna menyala, dipajang di toko-toko. Cuman, walaupun kosmetiknya tidak diujikan di binatang, seperti mbak Lita bilang, bahan dasarnya pernah diujikan ke binatang. Ya sama aja boong. [:p]

    Terakhir saya baca, sekarang The Body Shop juga mendukung UU penghapusan kekerasan dalam rumah tangga. Sepertinya kok bertentangan dengan ibu-ibu Hizbut Tahrir Indonesia yang berdemo kemarin. Hehehehe.

  12. senja

    December 29, 2006 at 5:54 pm

    wah untung saya nggak hobi pke kosmetik ;p. salam kenal πŸ˜‰

  13. Lita

    December 29, 2006 at 7:16 pm

    Luthfi
    ‘Situs yang bisa dibuka’ itu yang mana?
    Kalo soal backbone yang rusak, ya tergantung situsnya di-host di mana toh πŸ™‚
    *lucky me* Hidup lokal! Hehehehe…

    Wadehel
    Pilah-pilih mana yang penting dan genting, sisanya gak usah diinget, simpen aja di arsip.

    Syuh syuh… Pingsannya pindah, sana!
    *ngepel lantai bekas busa Wadehel*

    Momon
    Yang ‘stop violence in the home’ itu ya?
    Kupikir ada salah grammar apa… gitu di pihak reseller sini. Ternyata dari sononya emang gitu hehehe…

    Gak komen soal HT-nya. Hanya mungkin beda persepsi aja, apa yang Momon anggap sebagai kekerasan adalah bukan kekerasan (bahkan satu solusi) bagi mereka.

    Well, I’m not inline with them too, though.
    Beda boleh dong πŸ™‚

    Senja
    Ngga hobi pake kosmetik belum tentu jadi jaminan ngga akan ketipu, lho. Coba diteliti, ada klaim seperti yang disebut di atas itu ngga di produk lain yang bukan ‘kosmetik’? πŸ™‚

  14. dani

    December 31, 2006 at 7:04 am

    yg ‘keluaran resmi’ masi mending nyantumin ‘kandungannya’..[walau banyak ‘tersirat’ jugak..]

    Bahasa Indonesia-nya iklan dan promosi..bikin mumet..
    hati2 sbg konsumen..perlu

  15. fulan

    December 31, 2006 at 11:53 am

    Saya ngacung, selain ketipu juga nggliyeng. πŸ™‚
    Tapi tetep maksa komen. Balai POM kita udah punya ngga standar range keamanan semisal kandungan bahan produk di atas kayak fda…
    saya juga tertarik alinea di atas hehe, tentang trigger alergi, … mbok bermurah hati bikin daftarnya, mbak.
    πŸ™‚

  16. Lita

    December 31, 2006 at 10:31 pm

    Dani
    Iya pak, yang resmi saja bisa bermain di wilayah abu-abu ya. Apalagi yang tidak terdaftar di POM atau sertifikasinya palsu.

    Yang bikin mumet itu tidak hanya bahasa Indonesia kan, pak? Tapi begitu produk impor sampai ke sini, masalahnya bertambah: Lost in translation dan keketatan peraturan yang berbeda. Jadilah kita tambah mumet bersama πŸ˜€

    Fulan
    Kalo pusing, duduk aja dulu pak :p
    Kalau standar, pastinya ada ya. Tentang ‘level’ keamanan, nah itu saya ndak tahu. Secara umum, aturan di negara maju jauh lebih ketat daripada di negara dunia kedua apalagi ketiga seperti Indonesia.

    Tentang aksesibilitas arsip itu sendiri, hehe… Situs POM aja gak user-friendly gitu yak. Mau cari info tentang produk aja gak bisa langsung ‘search’ dari halaman depan. Apalagi dokumen-dokumen penting yang seharusnya bisa dilihat siapa saja.

    Tapi konon, soal hukum sih Indonesia lumayan lah. Yang jadi masalah utama adalah pelaksanaan dan penegakannya. Jadi kalau standarnya ada tapi pemainnya yang dudul ya… lagi-lagi konsumen yang rugi πŸ™

    Soal alergi. Wuah, banyak banget ya, pak. Selain itu, penyebab alergi antara satu orang dengan orang lain tidak sama. Jadi ya paling jauh cuma bisa bilang ‘suspect’ aja. Kalaupun dimasukkan ke dalam daftar ‘potensial menyebabkan alergi’, itu mungkin karena kasusnya banyak sehingga diberi perhatian khusus.

    Nanti saya coba carikan ya πŸ™‚

  17. Irma Citarayani

    January 2, 2007 at 7:56 am

    Lit, pernah nyoba atau pernah tau tentang produk2 klinik kecantikan yang dikelola oleh para dokter2 kecantikan kulit ga?? Coba dong ulas tentang produk2 tsb, apa bener tuh produk pada aman digunakan dan tidak sama dgn produk2 yang ada di pasaran??

  18. Luthfi

    January 3, 2007 at 10:43 am

    alhamdulillah, sudah bisa mbuka gmail dan anak turunannya πŸ™‚

  19. iney

    January 3, 2007 at 2:39 pm

    hehehe… jadi kebanyakan kita ini mandi pake deterjen yaa hehe..
    eh eh mba, bahas tentang expiry nya kosmetik dong
    soalnya di kemasan kosmetik suka nggak ada siiy..

    thanks yah πŸ™‚

  20. Lita

    January 3, 2007 at 10:57 pm

    Irma
    Waks! Berat.

    Kata ibuku -yang pernah jadi pasien dokter spesialis kulit- obat (atau apapun itu) yang diberikan saat perawatan memang diramu oleh dokternya. Kecuali ada keadaan khusus, sudah ada ‘stok’ yang siap pakai di klinik.

    Naaaahhh… kalo soal klinik kecantikan niiiihhh…
    Kalau mereka menyatakan bahwa para ‘ahli’nya adalah dokter, seharusnya yang ada di sana ya dokter beneran. Bukan perawat atau siapapun yang dilatih untuk dapat melakukan pekerjaan dokter.

    Masalah produk, ya itu tergantung dokternya. Kalau yang diresepkan tergolong obat, harusnya ya sudah lulus uji klinis dan aman (berdasarkan EBM) bagi pasien yang dituju. Pemakaiannya juga tentu harus mengikuti tatacara konsumsi obat. Begitu juga dengan label produk.

    Masalah yang mbak katakan itu mungkin timbul jika produk yang diberikan oleh dokter tersebut BUKAN obat tapi kosmetik atau produk herbal (misalnya). Kan lain tuh aturan dan perlindungan hukumnya. Kalau pasien/konsumen tidak tahu -dan ‘apes’ karena timbul masalah pasca ‘pengobatan’- statusnya, sangat rentan terhadap ketidakberdayaan alias kecil kemungkinan bisa klaim kerugian.

    Masalah yang lainnya lagi, aku belum pernah berurusan dengan dokter spesialis kulit. Ngga tahu prosedur di klinik kecantikan, ngga tau produknya, ngga tau apa-apa. Jadi ya komentarku terbatas sampe di sini aja πŸ™‚

    Maaf, bukan anggota tim investigasi T*ans-TV :mrgreen:

    Iney
    Kebanyakan sih begitu, nampaknya. Dan sepertinya kasus ‘pelesetan’ sabun ini lebih banyak di ‘sabun’ cair. CMIIW.
    Bahannya dicari dulu ya, mbak πŸ™‚

  21. yanti

    January 4, 2007 at 7:59 am

    *speechless*

    satu kalimat request gw dijawab dengan satu posting oleh Lita πŸ˜€

  22. Lita

    January 4, 2007 at 9:56 am

    Yanti
    *Nyengir-nyengir ke mbak Yanti*
    You know me, lah πŸ˜€

    Lagipula request-nya sendiri belum terjawab *d’oh*
    Ya itu satu lagi yang ‘you know me’. Kalau ‘tersandung’ sesuatu yang menarik dan bikin ‘gatel’ untuk ditulis, harus dipuaskan dulu hihihi…

    Tunggu artikel susulannya aja ya, mbak :mrgreen:

  23. nYam

    January 4, 2007 at 2:56 pm

    udah nyoba kuisnya he he he…cuma salah 1 soale dah baca artikelnya duluan…curang dikit gpp kaan….

    hadiahnya mana?

    btw, lagi rada bete gara2 dokter bilang dermatitisku ga bisa ilang T_T coz terkait ama stres. kalo kebanyakan pikiran, pasti gatal lagi. aduh maak…ilang deh mulusnya πŸ˜‰

  24. manusiasuper

    January 6, 2007 at 9:16 am

    MUSNAHKAN KOSMETIK DARI SELURUH DUNIA!!
    *mode ekstrimis on*

    Bikin susah aja, ga tau calon suami kere?!? (Weits, curhat pribadi neh…)

  25. Lita

    January 6, 2007 at 2:25 pm

    nYam
    Aku gak nyebut-nyebut hadiah buat yang ngerjain kuis kok. Apalagi udah ada contekan jawabannya πŸ˜€
    *ngeles*

    Wah, kalo gak bisa ilang, berarti alergi dong. Alergi stres hihihi… Jangan kebanyakan mikir? Wah, susah bener. Mungkin maksudnya dibawa hepi aja kali tuh… Hepi dong! Masa penganten baru gak hepi? :mrgreen:

    Manusiasuper
    Waduh, jangan dong. Kan ada orang-orang yang membutuhkan kosmetik untuk memperbaiki penampilannya. Misalnya mereka yang mengalami cacat permanen, gitu.

    Isi memang penting. Kalau penampilan bisa menarik SEKALIGUS isinya bermutu tinggi, ya diusahakan saja toh?
    Ketimbang memusnahkan kosmetik, mbok istrinya yang ‘diarahkan’ untuk tidak memakai kosmetik hihihi…

  26. Amanita

    August 28, 2007 at 1:34 pm

    Salam Kenal
    Di jaman seperti ini kita semua harus hati2 terhadap berbagai promo tentang kosmetik dan kita harus pinter2 memilih jenis kosmetik yang bener2 aman untuk dipakai, bukannya cantik yang kita dapet malah hancur n rusak yang ada, kalo bisa saya sarankan pake aja yang alami dech
    thanks

  27. Nila

    May 9, 2011 at 3:12 pm

    aaarggh… telat bacanya jadi selama ini pake deterjen sintetik, hiks..hiks…
    Pantes dosenku bilang yang aman itu green soap, tapi aku kurang ngerti nih yang dimaksud dengan green soap itu apa. Mungkin mbak lita bisa bantu menjelaskan sedikit? ^_^

Leave a Reply to Herman Saksono Cancel

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.