bananaTALK

Kemarin Daud dapat PR IPS, nyaris menangis waktu bilang, “Bunda, PR-nya susah.” Kulihat, bahasannya tentang keluarga dan anak. Pertanyaan isian nomor satu: Jelaskan peran anak dalam keluarga. Hah? Anak kelas 2 SD diberi pertanyaan seperti ini? Pertanyaan terbuka, jadi harusnya boleh apa saja dong jawabannya?

Sebagai emak yang -berusaha menjalankan tugas dengan- baik, kuminta Daud membaca dulu babnya dari awal sampai akhir. Hingga selesai, Daud bilang kalau jawabannya tak ada. Kupikir memang pertanyaan macam ini jawabannya akan dipelajari dengan kepahaman ya, bukan hafalan. Tapi ternyata di awal bab ada diagram yang menjelaskan tentang peran anak. Kutunjukkan ke Daud yang lalu senyum sumringah dan dengan senang hati menyalinnya.

Sebelum Daud kuperlihatkan itu, kutanya, “Menurut Daud, peran Daud dalam keluarga seperti apa?” Bingung, mak. Ya wajar lah bingung. PERAN. Menurutmu itu kosa kata mudah, apa? *menggerutu dalam hati* Kuganti pertanyaannya, “Menurut Daud, apa saja yang harus Daud lakukan sebagai anak bunda?” Berurai lah jawabannya, “Makan, main, shalat, belajar, bantu orangtua…” (sepertinya sesuai urutan prioritas dia, ya hahaha…)

Itu jawaban wajar anak kelas 2 SD. Bagi mereka, istilah ‘peran’ itu abstrak. Tapi sikap dan tugas harian jauh lebih mudah dijabarkan. Ya tidak salah kalau bingung diberi pertanyaan seperti tadi. Coba tanyakan ke anak kelas lebih tinggi, biasanya jawabannya normatif (dan memang ini yang diinginkan sebagai jawaban): berbakti pada orangtua. Penafsiran berbakti ini akan bervariasi sesuai nilai utama keluarganya masing-masing, yang dikatakan maupun yang dipahami lewat interaksi.

Lha kalau emaknya yang disuruh jawab, peran utama anak ya bukan itu. Sebagai kelanjutan generasi. Selesai. Masalah apa yang harus dilanjutkan, itu nanti, dan bisa panjang ceritanya karena berkait secara biologi, budaya, agama, sak karepmu lah. Pokoknya kan kehidupan manusia tidak berhenti di generasi saya saja, toh?